Selasa, 12 Mei 2015

Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadhan

Dalam menyambut bulan Ramadhan, hendaknya kita berbenah diri terlebih dahulu guna dapat maksimal dan total dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
            Berikut langkah-langkah yang sebaiknya kita lakukan dalam mempersiapkan diri menyambut bulan suci Ramadhan;

Ø  Hendaknya kita mempelajari ilmu tentang ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Karena dengan adanya ilmu/pengetahuan yang kita miliki, maka kita akan mudah mendapatkan kekhusyu’an dalam menjalankan ibadah puasa karena Allah subhanahu wa ta’ala. Dan mudah-mudahan dengan adanya ilmu, kita bisa meraih pahala yang sempurna disisi Allah subhanahu wa ta’ala.
            “Tidaklah Allah diibadahi dengan sesuatu yang lebih utama ketimbang saat         diibadahi dengan pemahaman agama.” (HR. Ad Daruquthni)
            Maka, sangat penting bagi kita memiliki ilmu tentang ibadah puasa sehingga        kita dapat memahaminya dengan baik dan benar, karena ibadah puasa     merupakan bagian terpenting dari agama kita, bahkan ia termasuk ke dalam             rukun Islam yang ke empat.

Ø  Bertaubat dan memohon ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat (Taubatan Nasuha), mudah-mudahan Rabbmu menghapus dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.” (At Tahrim : 8)

Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Umar ibn al Khattab radiyallahu ‘anhu berkata mengenai ayat ini, taubat nasuha adalah berhenti dari melakukan dosa dan tidak kembali lagi kepadanya selama-lamanya. Dan para ulama menjelaskan bahwa taubat nasuha adalah berhenti dari perbuatan dosa seketika itu juga, kemudian menyesali segala dosa yang telah lalu, lalu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan jika perbuatan dosa itu berkaitan dengan hak adami, maka wajib untuk menghalalkan hak tersebut.

Dan sebagai tambahan Imam Hasan berkata, taubat nasuha ialah kamu benci untuk melakukan dosa yang dahulu kamu suka untuk melakukannya, dan setiapkali kamu ingat dosa tersebut, kamu beristighfar memohon ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Lalu kenapa kita harus bertaubat dalam menyambut bulan suci Ramadhan?
Hal ini telah dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits shahih riwayat Imam Ibnu Majah,

“Apabila datang awal malam bulan Ramadhan, para syaithan dan jin (yang jahat) dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu syurga dibuka, dan terdengar seorang penyeru berseru, ‘wahai pecinta kebaikan, segeralah lakukan kebaikan! wahai pecinta keburukan (perbuatan dosa), segeralah berhenti!”

Maka, sebelum awal malam Ramadhan datang, alangkah baiknya jika kita sudah berhenti dari melakukan perbuatan dosa; hususnya dosa-dosa besar, seperti; syirik (menyekutukan Allah dengan yang lain), berzina, durhaka terhadap orang tua, membunuh, memakan riba, dan sebagainya.


Ø  Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, perbuatan sia-sia, dan juga menjauhi segala unsur yang bisa menjadikan kita lalai dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dan beribadah kepada-Nya. Karena perbuatan yang semacam ini bisa memberikan efek penyakit yang begitu ganas yang bisa merusak kesehatan iman kita, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al Muthoffifin : 14 ;
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan (perbutan-perbuatan maksiat) itu menutupi hati mereka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menafsirkan ayat ini,
“Sesungguhnya seorang mukmin, apabila ia berbuat dosa, maka hatinya gelap menghitam, dan apabila ia bertaubat dan memohon ampun, maka hatinya kembali bersih.” (HR. Ahmad, At Tarmidzi dan Ibnu Majah)
            Dan sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hati ibarat raja bagi tubuh, apabila    raja dalam kondisi fit, maka prajurit akan tersiap patuh.
            “Di dalam tubuh ada satu gumpal darah, apabila dia baik, maka seluruh anggota badan ikut baik, dan apabila ia rusak, maka rusak pula lah seluruh        anggota badan.” (HR. Bukhori-Muslim)

Ø  Meningkatkan ibadah-ibadah sunnah, karena dengan banyaknya ibadah sunnah yang kita kerjakan. Maka kita bisa meraih kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam hadits qudsi Allah berfirman,

“Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan seseuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan tidaklah pula ia mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dengannya ia mendengar, dan penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan tangannya yang dengannya ia menyentuh, dan kakinya yang dengannya ia berjalan.” (HR. Bukhori)

Hadits diatas menjelaskan bahwa apabila Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba, maka Allah akan menjadikan hamba tersebut istiqamah di atas jalan kebenaran dan istiqamah dalam beramal shalih. Allah akan selalu membimbingnya dan menguatkannya. Dan betapa kita butuh hal tersebut di setiap waktu kita, apalagi di saat bulan Ramadhan tiba. Maka semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi taufiq-Nya kepada kita sehingga kita bisa maksimal dalam mengerjakan ibadah-ibadah wajib dan bersemangat menambah dengan ibadah-ibadah sunnah. Aamiin.

Demikianlah, mudah-mudahan kita semua bisa mengaplikasikan ke- 4 langkah diatas yaitu;
1.      Mempelajari ilmu tentang ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
2.      Bertaubat dan memperbanyak istighfar.
3.      Meninggalkan perbuatan maksiat dan perbuatan sia-sia
4.      Meningkatkan ibadah sunnah atau ‘amaliyah-‘amaliyah mubah yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala
            Dengan demikian insya Allah kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan dalam diri kita, juga penuh pengharapan akan pahala disisi Allah subhanahu wa ta’ala.

             “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan akan pahala yang ada padanya, maka diampunilah dosanya yang telah lalu.” (HR. Ibnu Majah)

Pekerja Ideal

Khutbah I
            Kaum muslimin jama’ah sholat jum’ah rahimakumullah
            Islam adalah agama yang mulia, agama yang sempurna, yang menjaga kehormatan dan kemuliaan setiap pemeluknya. Dan diantara bentuk kehormatan dan kemuliaan seorang muslim adalah, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menganjurkan dan memerintahkannya untuk bekerja dan mencari rizki sebagai rasa syukur kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
            “Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai bentuk rasa syukur (kepada Allah).” (Saba’ : 13)
            “Dan katakanlah! ‘bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu dan rasul dan orang-orang yang beriman. Dan kalian akan dikembalikan pada hari kiamat di hadapan Allah yang mengetahui perkara yang gaib dan perkara yang nampak. Kemduian mengabarkan kepadamu apa yang dahulu pernah kamu kerjakan.” (At Taubah : 105)

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang berbahagia
            Islam menganjurkan setiap pemeluknya untuk bekerja, berusaha dan giat dalam mengais rizki atau mengais matapencaharian hidup.  Karena pengangguran dan meminta-minta termasuk perbuatan yang sangat tercela dan dapat mengurangi kehormatan, kewibawaan dan kemuliaan seseorang.
            Salah seorang sahabat yang bernama Hakim ibn Hizam radiyallahu ‘anhu pernah datang kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam seraya meminta-minta harta kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Hakim ibn Hizam berkata menceritakan perbuatannya tersebut,
            “Aku meminta harta kepada Rasulullah, kemudian beliau memberikannya kepadaku. Lalu aku meminta lagi, lalu beliau pun memberi. Lalu aku pun meminta lagi, dan beliau masih tetap memberi.”
            Namun kemudian beliau bersabda seraya memberikan pengajaran kepada sahabat Hakim ibn Hizam,
            “Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini begitu menggiurkan hijau dan manis, maka barangsiapa yang mengambilnya dengan kecukupan jiwa, maka dia akan diberkahi pada hartanya, dan barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang rakus, maka dia tidak akan diberkahi pada hartanya. Selayaknya orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang. Dan adalah tangan yang diatas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (Muttafaq ‘Alaih)
            Dan dalam hadits lain, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras terhadap orang-orang yang sukanya hanya meminta-minta harta dari orang lain, tanpa mau bekerja dan berusaha sendiri untuk memperolehnya.
            “Ada seseorang yang (selama hidupnya) sentiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga dia berjumpa dengan Allah dan di wajahnya tidak ada secuil daging pun.” (Muttafaq ‘Alaih)
            “Barangsiapa yang meminta-minta harta kepada manusia dengan tujuan untuk mengayakan dirinya, maka sesungguhnya yang dia meminta adalah batu api neraka yang panas.” (Muslim)

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang berbahagia
            Maka hendaknya pada kesempatan yang mulia ini, kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas dikaruniakannya kepada kita suatu pekerjaan yang dengannya kita bisa menghidupi dan menginfakki kehidupan diri kita sendiri dan kehidupan anak-istri kita, atau keluarga kita yang lainnya. Tanpa pernah kita merendahkan tangan kita di hadapan orang lain seraya meminta-minta atau mengemis-ngemis, sehingga hilanglah kehormatan, kewibawaan serta kemuliaan diri kita di hadapan manusia, terlebih di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.

            Kaum muslimin yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
            Sungguh betapa indah apa yang disabdakan oleh nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
            “Sungguh beruntunglah seorang muslim itu, diberi rizki oleh Allah dari hasil kerjanya, lalu Allah karuniakan kekayaan hati pada dirinya, sehingga dia merasa puas dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.” (Muslim)
             “Sungguh, seseorang diantara kalian yang mengambil tali ikat, kemudian dia pergi melewati lereng-lereng gunung atau bukit-bukit gunung, sehingga dia dapat mengumpulkan kayu bakar, lalu diikatkannya di atas punggungnya, kemudian dia menjualnya, dan Allah subhanahu wa ta’ala menjaga kehormatan wajahnya dengan pekerjaanya tersebut, maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia, baik diberi atau tidak diberi.” (Bukhori)
            Dalam hadis lain beliau bersabda,
            “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik bagi dirinya melainkan ketika dia memakan makanan dari hasil kerja tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Bukhori)

            Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
            Sungguh, Islam adalah agama yang sangat memuliakan seseorang dengan pekerjaannya, apa pun pekerjaan itu, selagi pekerjaan itu halal dan bermanfaat bagi sesama. Sehingga disebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba yang menekuni pekerjaannya.
            Dan di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala telah merumuskan bagaimana supaya kita bisa menjadi pekerja yang baik, dicintai dan diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala;
            1. Ilmu
            Ilmu merupakan modal penting bagi seorang pekerja. Sebelum dia menggeluti pekerjaannya, dia harus mengilmui terlebih dahulu pekerjaannya tersebut. Sebab merupakan tanda-tanda kiamat adalah apabila ada suatu urusan atau suatu pekerjaan yang diserahkan kepada bukan ahlinya.
            “Apabila suatu urusan/suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (Bukhori)
            Maka menjadi suatu kewajiban bagi seorang pekerja untuk mengilmui dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya, supaya pekerjaannya tersebut memberikan dampak yang positif bagi dirinya sendiri dan juga bagi masyarakat, bukan malah menyebabkan kemudhoratan dan kehancuran bagi dirinya dan bagi orang lain.
            Di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan tentang raja Mesir dan nabi Yusuf ‘alaihis salam,
            “Dan raja mesir berkata, ‘datangkanlah yusuf kepadaku!’ maka ketika dia berbicara dengan yusuf, dia berujar, ‘sesungguhnya sekarang, engkau memiliki kedudukan dan menjadi kepercayaan di sisi kami.’ Kemudian Yusuf pun berkata, ‘pekerjakanlah aku dalam bidang perbendaharaan bumi/perekonomian masyarakat, sesungguhnya aku adalah orang yang dapat menjaga lagi orang yang mengilmui hal tersebut.” (Yusuf : 54-55)

            Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
            2. Kekuatan
            Seorang pekerja haruslah memiliki kekuatan yang bisa menjadikannya maksimal dalam bekerja. Namun kekuatan disini, bukan berarti dia harus memiliki tubuh yang kekar; otot kawat, tulang besi.
            Yang dimaksud kekuatan disini adalah sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam,
            “Bukanlah orang yang kuat itu, orang yang menang dalam perkelahian, tapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan gejolak amarahnya.”
            Karena betapa banyak pekerjaan menjadi hancur dan berantakan oleh sebab kemarahan yang tidak terkendali, sehingga dalam Islam, orang yang sedang marah tidak boleh dimintai fatwa, pendapat, nasihat atau sebagainya, dan keputusannya tidak bisa diterima sama sekali disaat dia sedang marah, apalagi kemarahan yang diluar batas kewajaran, karena orang yang sedang marah diibaratkan seperti orang gila yang sebagian akalnya hilang.

            Maka jama’ah sekalian yang berbahagia
            Sangat penting bagi kita untuk melatih menahan amarah kita di saat kita sedang bekerja, terlebih di saat pekerjaan tersebut menyangkut hubungan dengan orang banyak, dengan clien, mitra, pelanggan, bos atau atasan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
            “Dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan manusia, dan adalah Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Ali Imran : 134)
            “Barangsiapa yang menahan amarahnya disaat dia mampu meluapkannya, maka kelak pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh para makhluk, kemudian Allah mempersilahkannya untuk memilih bidadari mana saja yang dia sukai.” (Ibnu Majah)

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah
            3. Amanah
            Seorang pekerja haruslah amanah dalam bidang pekerjaannya. Dia tidak berhianat terhadap tugas-tugas yang sudah menjadi kewajibannya untuk dikerjakan dan dilaksanakan.
            Pekerjaan merupakan nikmat sekaligus ujian yang Allah berikan kepada seseorang. Sehingga siapa pun yang telah dikaruniakan suatu pekerjaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia harus amanah, yaitu dapat dipercaya dan dapat mempertanggungjawabkan segala pekerjaannya.
            Demikianlah yang Allah firmankan di dalam Al Qur’an,
            “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kamu pekerjakan adalah orang yang memiliki kekuatan lagi dapat dipercaya (menjaga amanah pekerjaannya).” (Al Qashash : 26) 

            Khutbah II
            Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
            Sebagai pekerja atau orang yang sedang menekuni profesi, maka hendaknya kita memiliki  3 hal yang telah khatib sampaikan di khutbah pertama, yaitu ilmu, kekuatan dan amanah. Sehingga dengan 3 hal tersebut, kita bisa meraih kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan meraih keberkahan dari pekerjaan kita. Dan perlu kita ketahui, bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan yang hasilnya dapat bermanfaat bagi orang lain secara kontinyu sepanjang waktu, bahkan disaat kita telah terkubur di dalam tanah, hasil pekerjaan kita masih memberikan manfaat bagi orang-orang yang hidup setelah kita.

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
            Ketahuialah! Bahwa para nabi dan rasul pun bekerja sama halnya seperti kita. Nabi Daud adalah seorang tukang besi, Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu, dan Nabi Muhammad adalah seorang pedagang, bahkan sempat menjadi seorang penggembala. Namun pekerjaannya yang demikian, tidak mengurangi kemuliaan mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
            Karena nilai kemuliaan seseorang tidak dinilai dari apa pekerjaan atau profesinya, melainkan dinilai dari bagaimana dia mempraktekkan ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala di dalam setiap pekerjaannya.


            Demikianlah jama’ah sekalian yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, khutbah yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang mulia ini. Mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi khatib pribadi dan umumnya bagi jama’ah sekalian.

Sabtu, 02 Mei 2015

Untukmu yang ingin menikah

Untuk siapa pun yang ingin menikah bag. 1;

1. Jika kamu laki-laki;
-pilihlah wanita karena 4 alasan; berparas cantik, bernasab baik, berharta banyak dan beragama indah, tapi ke 4 hal tersebut sangat jarang terkumpul pada diri seorang wanita, maka cukuplah agama indahnya menjadi pertimbangan penting bagimu, karena disitulah rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengaitkan keberuntungan, seraya bersabda "taribat yadaak (tanganmu tidak akan rugi; maksudnya kamu akan beruntung)"
-pilihlah wanita yang penuh cinta; sehingga kamu bisa selalu bermesraan dengannya, dan yang subur rahimnya; sehingga bisa melahirkan banyak keturunan.

2. Jika kamu wanita;
-pilihlah lelaki yang dikenal sebagai lelaki yang baik agamanya; karena seorang lelaki yang baik agamanya, tentu dia tahu hak-hak istri, dan bagaimana dia memimpin keluarga. Lelaki yang baik agamanya; jika dia marah kepadamu, marahnya tidak menyakitimu, dan jika dia menyayangimu, maka dia akan sangat memuliakanmu.

3. Jika kamu laki-laki bukan, wanita juga bukan;
-pilihlah dunia lain! ‪#astaghfirullahtobattobat

Untuk siapa pun yang ingin menikah bag. 2;

1. Jika sudah ada yang dipilih olehmu laki-laki;
-istikhorokan berkali-kali lagi, ajukan proposal jodoh pilihanmu kepada Yang Maha Kuasa, dan berdo'alah dengan do'a istikhoro' yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
-musyawarahkanlah pilihan jodohmu dengan kedua orang tuamu, tokoh masyarakat, sahabat dekat, atau siapa saja yang kamu anggap sebagi orang yang jujur dan amanah.
-segeralah ajukan lamaran, datangilah walinya, busungkanlah dada tanda percaya diri, tundukkanlah pandangan tanda pasrah total kepada Yang Maha Kuasa; apa pun keputusan dan hasilnya nanti.
- janganlah takut ditolak, seringkali perasaan takut itu tidak berdampak apa-apa, dan jangan pula terlalu disedihkan oleh pikiran tentang persiapan ini-itu atau pikiran nanti bagaimana ya, aduh bagaimana neh. ‪#lamarsajadulu
-mulailah dengan langkah yang penuh dengan 'azam, siapkan 2 ruang di hati untuk menampung 2 jawaban antara "Ya" lamaran diterima atau "Tidak" lamaran ditolak. Dan siapkan kata-kata indah yang nikmat didengar dan lega dirasa, untuk menanggapi apa pun jawabannya, serta usahakan bibir tetap tersenyum, wajah sumringah, walau hati bagai langit yang digerumuli awan-awan; entah awan putih yang memberi teduh, atau awan hitam yang menyambar dan membuncah hujan.
-penuhilah kepala dengan prasangka baik kepada Allah; sederhana saja, jika diterima insyaallah berarti itu jodoh terbaik, jika ditolak alhamdulillah berarti Allah telah memalingkanmu dari jodoh yang buruk.
-yakinlah ketika Allah memalingkan kita dari sesuatu yang kita ingini, itu tandanya Allah sedang merencanakan sesuatu yang jauh-jauh-jauh, sangat jauh lebih baik. renungilah perkataan seorang hamba yang sholih berikut, "ketika Allah mengabulkan keinginanku, aku bahagia sekali. tapi, ketika Allah tidak mengabulkan keinginanku, maka aku bahagia beribu-ribu kali. karena yang pertama adalah keinginanku, dan yang kedua adalah keinginan Allah. aku ridho dengan keinginan-Nya."
-sadarlah bahwa seringkali kita dipertemukan dengan orang yang salah sebelum kita dipertemukan dengan orang yang tepat.
-bukalah hati untuk pilihan yang baru ‪#solusiterbaikinsyaallah

2. Jika sudah ada yang dipilih olehmu wanita:
-istikhorokan berkali-kali lagi, ajukan proposal jodoh pilihanmu kepada Yang Maha Kuasa, dan berdo'alah dengan do'a istikhoro' yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
-musyawarahkanlah pilihan jodohmu dengan kedua orang tuamu, tokoh masyarakat, sahabat dekat, atau siapa saja yang kamu anggap sebagi orang yang jujur dan amanah.
-utuslah orang yang dapat dipercaya untuk mengutarakan maksud hatimu kepada lelaki yang kamu pilih; Ibunda Khadijah wanita terbaik dan mulia telah mencotohkan hal demikian, kamu wahai wanita biasa, jangan sok gengsi deh ‪#basi
-janganlah menunda-nunda dan banyak memilih; padahal kamu sendiri tahu dan telah merasakan sendiri betapa perihnya lama menanti; dan padahal kamu sendiri tahu bahwa banyak memilih hanya akan menjadikanmu semakin buta dan dibutakan.
-penjarakanlah lelaki pilihanmu dengan do'a-do'a, jika dia jodohmu, maka dia akan keluar sebagai pangeranmu, jika dia bukan jodohmu, duh kasihan banget, kamu telah memenjarakan orang yang salah, ‪#bebaskandiasekarangjuga
-selebihnya, bacalah 3 poin terakhir di laki-laki

3. Jika belum ada yang dipilih olehmu laki-laki atau wanita;
-yah ampuunn, ngapain kamu baca status ini ‪#iniuntukkalangandewasa

‪#Semoga Allah selalu mempermudah segala urusan dan upaya kita, serta memberkahinya sepanjang masa. Aaamiin.

Hidup Mulia dengan Memaafkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah Allah memberikan tambahan bagi seorang hamba yang gemar memaafkan kesalahan orang lain, melainkan Allah menambahkan baginya kemuliaan.” (HR. Muslim)
Imam Abu Zakariya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam an Nawawi rahimahullah, di dalam kitabnya riyadhush sholihin beliau mencantumkan bab khusus tentang anjuran memaafkan kesalahan orang lain. Kurang lebih ada 5/7 ayat yang beliau kutip dari Al Qur’an dan ditambahkan kurang lebih 4/5 hadits yang insyaallah semua derajatnya adalah shohih.
Salah satu ayat yang beliau kutip adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala (QS. Al A’raf 7 : 199),
“Jadilah seorang pemaaf, dan suruhlah orang-orang untuk mengerjakan kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
Imam asy Sya’bi rahimahullah berkata, ketika Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallan, beliau bertanya kepada Jibril ‘alaihis salam, “Apa ini wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar kamu memaafkan orang yang menzholimimu.”
Kemudian ayat yang lain adalah ayat yang berkaitan dengan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, yaitu (QS. An Nur 24 : 22)
“Hendaklah memaafkan dan memberi toleran, tidakkah kamu senang jika Allah subhanahu wa ta’ala mengampunimu. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.”
Suatu ketika Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu sangat marah kepada anak bibinya atau sepupunya yaitu Misthah ibn Utsatsah. Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu sangat peduli terhadapnya dan sering sekali membantu kebutuhan hidupnya, namun  lantaran kesalahan yang telah diperbuatnya, maka Abu Bakar Ash Shiddiq marah besar dan berkata, “Aku tidak sudi lagi memberikan bantuan kepadamu,” lalu kemudian turunlah ayat tersebut diatas.
Oleh karena Abu bakar adalah orang yang memiliki hati yang lembut dan khusyu’, maka seketika saja ayat tersebut merubah keputusannya. Beliau langsung memaafkan kesalahan Misthah ibn Utsatsah seraya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku sangat senang jika Allah mengampuni dosaku. Dan demi Allah, aku akan terus memberikan bantuan kepadamu selama-lamanya.”
Kemudian selanjutnya, firman Allah subhanahu wa ta’ala (QS. Al Hijr 15 : 85)
“Maka maafkanlah mereka dengan pemaafan yang indah.”
Imam As Sa’di rahimahullah di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘memaafkan dengan pemaafan yang indah’ adalah memaafkan secara total tanpa didahului dengan kata-kata yang menyakitkan dan tanpa ada responsif perilaku yang buruk. Tidak menyisakan dendam dan kebencian di dalam hati.
Kemudian kita mengambil satu hadits yang sangat sarat dengan hikmah dan pelajaran sebagai penutup hidangan ceramah ini, yaitu hadits Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah tentang seorang Nabi yang dipukuli, dikeroyok dan disiksa oleh kaumnya sampai berdarah-darah, sedangkan dia hanya diam sambil mengusap darah yang bercucuran di wajahnya, lalu berdo’a,
“Ya Allah ampunilah kaumku (ampunilah masyarakatku), sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Kemudian disini, kita simpulkan bahwa setiap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, terlebih dia adalah seorang muslim, apalagi dia adalah keluarga kita, kerabat kita; anak-istri kita, tetangga kita, atasan/majikan kita, bawahan/pembantu kita, rekan kerja kita, maka sangatlah berhak bagi kita untuk memaafkan kesalahan mereka. Karena yang namanya kesalahan bukanlah untuk didendami atau dicacimaki, tapi untuk dimaafkan dan diperbaiki.
Maka hendaknya kita ingat selalu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Jadilah seorang pemaaf,” dan “Hendaklah memaafkan dan memberi toleran,” dan kita pun berdo’a untuk mereka yang pernah berbuat salah kepada kita, “Ya Allah ampunilah mereka, sesungguhnya mereka tidak tahu.”

Kala Aku Merindu

Kala aku merindu;
Aku bagai duduk di atas sampan, berada di tengah laut, tenang, sendirian.
Ingin turun dari sampan, tersadar bahwa di bawahku adalah laut, yang ada aku dilahap hiu atau paus.
Dan jika aku terus-terusan berada di atas sampan, lama-lama aku jadi ikan gesek terpanggang panas matahari.

Kugunakan saja kayuh harapanku, mencari tepian pantai, tahu-tahu aku lelah, terasa seakan semua anggota badan terpisah berantakan.


Kala aku merindu;
Aku bagai menahan beban batu besar di pundakku, terasa sungguh jalanku kepayahan, terseyok-seyok.
Ingin kujatuhkan, tapi batu besar ini seperti sudah sangat melekat di punggungku, tanganku pecah-pecah, punggungku berdarah-darah, keringat peluh deras membuncah.

Kala aku merindu;
Aku seperti sedang duduk di sebuah gerbong kecil, menyusuri terowonagn panjang yang gelap, pekat.
Aku tak bisa melihat apa-apa, bahkan sekedar melihat telapak tanganku sendiri.

Rindu; perasaan abstrak, entah di sebelah mana letaknya di hati ini.
Jika sekiranya rindu itu menempel di tangan, pastilah mungkin sudah kupotong tangan ini.

Namun tersadar, apalah artinya jika aku hidup dengan sebelah tangan yang terpotong.

Selasa, 21 April 2015

Ambillah Nasihat dan Doakan si Penasihat



Jika ada orang yang bernasihat atau berkata baik, maka ambil lah nasihat dan kebaikan itu.

Adapun orangnya, maka doakanlah semoga pribadinya sesuai dengan nasihat dan perkataannya sendiri.

Sungguh ada seseorang yang sering menangis tersedu dalam hidupnya, karena sering merenungkan betapa pandai dia bernasihat dan berkata, namun dia begitu kesulitan dalam mengamalkan nasihat dan perkataannya tersebut.

Namun yang dia tahu hanyalah satu hal yang selalu dia bisikkan dalam sanubarinya,


“Ilmu yang Allah ajarkan kepadaku, harus aku sampaikan kepada orang lain, supaya mereka dapat merasakan betapa manisnya ilmu yang datang dari Allah. Adapun aku yang masih rapuh dan seperti kapas dalam beramal, maka semoga Allah mengampuniku. Aku tidak ingin terkumpul 2 keburukan dalam diriku; menyembunyikan ilmu dan gagap beramal. Dan aku ingin berpesan kepada orang-orang yang mengambil nasihat atau kata-kata baik dariku, jika kelak kalian di  syurga dan melihatku di neraka, maka katakanlah kepada Allah, ‘ya Allah, sesungguhnya orang ini adalah orang yang sering menasehati dan mengingatkan kami tentang-Mu, maka masukkanlah dia ke syurga bersama kami.’ Semoga dengan begitu, Allah merasa iba dan kasihan terhadapku.”

Sabtu, 10 Januari 2015

Cahaya Bersinar

*Jika kamu bisa baca Al Qur'an, maka banyak-banyaklah bersyukur.
Sungguh malu jika seorang muslim tidak mengerti kitab sucinya sendiri walau hanya sekedar membaca.
Belajarlah Al Qur'an dan ajarkanlah manusia Al Qur'an.
Sesungguhnya kemulian seseorang terletak pada seberapa jauh dia mengerti dan memahami kitab Rabb-nya..

*Jika ada 2 orang yang lewat berpapasan.
Maka yang terbaik dari keduanya adalah dia yang memulai menyapa dengan salam dan senyum.

*Ibu; matahari di siang hari, rembulan di malam hari.
Ia selalu bersinar memberi cahaya pada anak-anaknya.
Ibu, begitu indah kasihsayangmu.
Walau kau tahu anakmu ini nakal, berandal, durjana, tapi kau malah berbisik,
"Insyaallah, besok kamu akan menjadi lebih baik."
:')

*Orang-orang tertawa terbahak-bahak karena kebodohan, merayakan tahun baru, entah atas dasar apa?
Di sisi lain, ada orang yang menangis tersedu-sedu memohonkan ampun untuk mereka.
"Ya Rabb, jika Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu jua. Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana."
"Ya Allah, ampuni mereka.. sesungguhnya mereka tidak mengetahui apa-apa."

*Kamu boleh saja jatuh cinta pada seseorang. Tapi ingat, cinta itu tidak mengharuskan berjodoh. Duh perih pedih kayaknya. Hehe
So, jangan jatuh cinta terlalu dalam pada seseorang sebelum menikah dengannya. Cinta yang sedang-sedang saja dulu.
Adapun sekarang.
Cintai Allah sesering kamu bernafas! Dia lebih hebat balasan cintanya.

Saat Hatimu Membaik

Saat kondisi hatimu dalam keadaan baik, maka segerakanlah mendekat kepada Allah; berdzikir mengingat-Nya, membaca Al Qur'an, sholat, berdoa, membaca, menulis, dan sebagainya.
Hati yang baik akan mudah merasakan betapa manis dan nikmat menghabiskan waktu bersama-Nya.
Allah menyayangimu lebih daripada sayangnya seorang ibu kepada anaknya.
Serius! Jangan ragu.
Karena keyakinanmu terhadap-Nya menentukan seberapa mulia posisimu di sisi-Nya.
Berimanlah kepada Allah, kemudian istiqamahlah!
Jika kamu punya ilmu, sampaikanlah!
Jika kamu punya harta, sedekahlah!
Jika kamu punya dosa, taubatlah!
Kemudian berkasihsayanglah terhadap saudara seagama.
Dan bertoleranlah terhadap nonmuslim (dalam hal sosialisai, tidak dalam hal ibadah dan keyakinan).

Islam agama indah.
Ia sebagai rahmat, dan pemeluknya pun menjadi rahmat.

Aku Adalah Pohon

Aku adalah pohon.
Jika kau di dekatku, kau dapati naungan dan buah.
Jika kau tidak dapati apa-apa, maka potonglah dahan-dahanku; kau jadikan kayu bakar.
Dan jika aku menjadi abu, maka gunakanlah untuk mencuci karat-karat perabot dapur.
Atau biarkan saja angin menghempas, sehingga aku lenyap.

Dari Aku Untuk Diriku

Wahai diriku, maafkanlah aku yang tidak tegap.
Wahai diriku, maafkanlah aku yang tidak kuat.
Wahai diriku, maafkanlah aku yang tidak sehat.
Aku tiada kesungguhan.
Aku tiada keberanian.
Aku tiada kepastian.
Aku, gelagapan.
Wahai diriku, sebenarnya siapa aku?
Diriku dan aku, seakan beda tapi ko' menyatu.
Menyatu, tapi ko' beda.
Diriku, aku.
Aku, diriku.

Rabbi, sungguh Engkau Lebih Tahu.
Ampuni aku.

Sahabat Pinggir Jalan

Dia dipandang sebelah mata, mungkin.
Tapi aku ingin berteriak, "dia adalah sahabatku; memiliki hati, perasaan dan harapan yang tidak kalian tahu."
Orang-orang duduk di bangku kuliahan.
Dia duduk dipinggiran jalan.
Tapi siapa sangka moralnya lebih tinggi.
Pedulinya timbul dari hati.
Dia berempati terhadap penderitaan orang-orang disekitarnya.
Dia boleh saja berdosa.
Tapi jangan dicela.
Dia mulia jika bertaubat.
Kalian hina karena mencela.
Semoga Allah mengganti tempat duduknya.
Dari pinggiran jalan, ke dalam masjid.
Dari kesia-siaan, ke kebahagiaan.
Dia berhak meraih kemuliaan.

‪#untuk sahabat-sahabat pinggiran jalan.

Perahu Kayu

Aku adalah perahu di tengah lautan.
Tiada ombak. Tenang. Damai.
Hanya saja, sengatan mentari tak jarang bikin aku gerah. Panas. Terbakar.
Aku ingin berlabuh di satu pulau. Kelihatannya dekat. Tapi, ketika aku dekati, malah semakin menjelaskan bahwa pulau itu masih jauh.
Di siang hari, aku cukup bersabar menahan sengatan terik mentari yang semakin menjadi.
Di malam hari, walau terasa adem dan sepoinya angin, tapi tak jarang aku disibukkan oleh kehawatiran. Jangan-jangan akan ada badai yang menyesatkanku dan membawaku semakin jauh dari pulau yang aku tuju.
Dan sampai sekarang, aku masih bertanya-tanya.
Sejak kapan aku di tengah laut? Siapa yang menyelosorkanku sampai ke tengah ini?
Jika dibolehkan, aku ingin menyelam tenggelam saja.
Tapi bodoh, aku baru tahu kalo aku adalah perahu kayu yang terapung.
Aku tak boleh rusak, harus selalu berbentuk.
Sebab, jika aku rusak, rusakku akan tampak.
Menjadi acak-acak kayu di tengah laut.

Aduhai, aku perahu.
Perahu kayu yang terapung.