Sabtu, 10 Januari 2015

Cahaya Bersinar

*Jika kamu bisa baca Al Qur'an, maka banyak-banyaklah bersyukur.
Sungguh malu jika seorang muslim tidak mengerti kitab sucinya sendiri walau hanya sekedar membaca.
Belajarlah Al Qur'an dan ajarkanlah manusia Al Qur'an.
Sesungguhnya kemulian seseorang terletak pada seberapa jauh dia mengerti dan memahami kitab Rabb-nya..

*Jika ada 2 orang yang lewat berpapasan.
Maka yang terbaik dari keduanya adalah dia yang memulai menyapa dengan salam dan senyum.

*Ibu; matahari di siang hari, rembulan di malam hari.
Ia selalu bersinar memberi cahaya pada anak-anaknya.
Ibu, begitu indah kasihsayangmu.
Walau kau tahu anakmu ini nakal, berandal, durjana, tapi kau malah berbisik,
"Insyaallah, besok kamu akan menjadi lebih baik."
:')

*Orang-orang tertawa terbahak-bahak karena kebodohan, merayakan tahun baru, entah atas dasar apa?
Di sisi lain, ada orang yang menangis tersedu-sedu memohonkan ampun untuk mereka.
"Ya Rabb, jika Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu jua. Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana."
"Ya Allah, ampuni mereka.. sesungguhnya mereka tidak mengetahui apa-apa."

*Kamu boleh saja jatuh cinta pada seseorang. Tapi ingat, cinta itu tidak mengharuskan berjodoh. Duh perih pedih kayaknya. Hehe
So, jangan jatuh cinta terlalu dalam pada seseorang sebelum menikah dengannya. Cinta yang sedang-sedang saja dulu.
Adapun sekarang.
Cintai Allah sesering kamu bernafas! Dia lebih hebat balasan cintanya.

Saat Hatimu Membaik

Saat kondisi hatimu dalam keadaan baik, maka segerakanlah mendekat kepada Allah; berdzikir mengingat-Nya, membaca Al Qur'an, sholat, berdoa, membaca, menulis, dan sebagainya.
Hati yang baik akan mudah merasakan betapa manis dan nikmat menghabiskan waktu bersama-Nya.
Allah menyayangimu lebih daripada sayangnya seorang ibu kepada anaknya.
Serius! Jangan ragu.
Karena keyakinanmu terhadap-Nya menentukan seberapa mulia posisimu di sisi-Nya.
Berimanlah kepada Allah, kemudian istiqamahlah!
Jika kamu punya ilmu, sampaikanlah!
Jika kamu punya harta, sedekahlah!
Jika kamu punya dosa, taubatlah!
Kemudian berkasihsayanglah terhadap saudara seagama.
Dan bertoleranlah terhadap nonmuslim (dalam hal sosialisai, tidak dalam hal ibadah dan keyakinan).

Islam agama indah.
Ia sebagai rahmat, dan pemeluknya pun menjadi rahmat.

Aku Adalah Pohon

Aku adalah pohon.
Jika kau di dekatku, kau dapati naungan dan buah.
Jika kau tidak dapati apa-apa, maka potonglah dahan-dahanku; kau jadikan kayu bakar.
Dan jika aku menjadi abu, maka gunakanlah untuk mencuci karat-karat perabot dapur.
Atau biarkan saja angin menghempas, sehingga aku lenyap.

Dari Aku Untuk Diriku

Wahai diriku, maafkanlah aku yang tidak tegap.
Wahai diriku, maafkanlah aku yang tidak kuat.
Wahai diriku, maafkanlah aku yang tidak sehat.
Aku tiada kesungguhan.
Aku tiada keberanian.
Aku tiada kepastian.
Aku, gelagapan.
Wahai diriku, sebenarnya siapa aku?
Diriku dan aku, seakan beda tapi ko' menyatu.
Menyatu, tapi ko' beda.
Diriku, aku.
Aku, diriku.

Rabbi, sungguh Engkau Lebih Tahu.
Ampuni aku.

Sahabat Pinggir Jalan

Dia dipandang sebelah mata, mungkin.
Tapi aku ingin berteriak, "dia adalah sahabatku; memiliki hati, perasaan dan harapan yang tidak kalian tahu."
Orang-orang duduk di bangku kuliahan.
Dia duduk dipinggiran jalan.
Tapi siapa sangka moralnya lebih tinggi.
Pedulinya timbul dari hati.
Dia berempati terhadap penderitaan orang-orang disekitarnya.
Dia boleh saja berdosa.
Tapi jangan dicela.
Dia mulia jika bertaubat.
Kalian hina karena mencela.
Semoga Allah mengganti tempat duduknya.
Dari pinggiran jalan, ke dalam masjid.
Dari kesia-siaan, ke kebahagiaan.
Dia berhak meraih kemuliaan.

‪#untuk sahabat-sahabat pinggiran jalan.

Perahu Kayu

Aku adalah perahu di tengah lautan.
Tiada ombak. Tenang. Damai.
Hanya saja, sengatan mentari tak jarang bikin aku gerah. Panas. Terbakar.
Aku ingin berlabuh di satu pulau. Kelihatannya dekat. Tapi, ketika aku dekati, malah semakin menjelaskan bahwa pulau itu masih jauh.
Di siang hari, aku cukup bersabar menahan sengatan terik mentari yang semakin menjadi.
Di malam hari, walau terasa adem dan sepoinya angin, tapi tak jarang aku disibukkan oleh kehawatiran. Jangan-jangan akan ada badai yang menyesatkanku dan membawaku semakin jauh dari pulau yang aku tuju.
Dan sampai sekarang, aku masih bertanya-tanya.
Sejak kapan aku di tengah laut? Siapa yang menyelosorkanku sampai ke tengah ini?
Jika dibolehkan, aku ingin menyelam tenggelam saja.
Tapi bodoh, aku baru tahu kalo aku adalah perahu kayu yang terapung.
Aku tak boleh rusak, harus selalu berbentuk.
Sebab, jika aku rusak, rusakku akan tampak.
Menjadi acak-acak kayu di tengah laut.

Aduhai, aku perahu.
Perahu kayu yang terapung.