Mencintai ibarat
memberi tanpa pamrih.
Jika kamu
mencintai, dan mengharap untuk dibalas.
Maka kamu bukan
mencintai, tapi investasi.
Lihatlah! bagaimana
Allah begitu mencintaimu.
Namun, adakah
Dia memaksamu untuk membalas cinta-Nya?
Justru kamu lah
yang sering memaksa-Nya untuk membalas segala cinta dan inginmu, padahal
sebenarnya tidak ada sesuatu pun darimu yang perlu untuk dibalas oleh-Nya.
Belajarlah dari-Nya
bagaimana cara mencintai.
Dia lah Al Wadud
“Yang Maha Penuh Cinta”.
“Dan adalah Dia
begitu menyayangi orang-orang yang beriman.” (Al Ahzab : 43)
Jangan memaknai
cinta sebagai kata sifat, tapi maknailah cinta sebagai kata kerja.
Kamu harus
banyak bekerja dan beramal untuk membuktikan kecintaanmu.
Lalu tunggulah! apakah
pembuktian cintamu itu pantas untuk dibalas atau tidak.
Dalam riwayat
hadits dikisahkan, bahwa ada seorang sahabat yang hendak mengunjungi sahabatnya
yang lain di suatu daerah. Namun di tengah perjalanan, dia bertemu dengan
seseorang yang tidak dikenal. Orang itu pun bertanya,
“Hendak
kemanakah engkau pergi?”
“Aku hendak
mengunjungi sahabatku,” jawabnya.
“Apakah
keperluanmu mengunjungi sahabatmu itu?” tanya lagi orang asing itu.
“Tidak ada
keperluan apa pun. Hanya saja aku mencintainya karena Allah, aku rindu dan
ingin menjumpainya,” terangnya seraya nampak ketulusan dari wajahnya.
Lalu, orang
asing itu berkata,
“Ketahuilah! sesungguhnya
aku adalah malaikat yang diutus oleh Allah untuk menanyai perihal kunjunganmu
ini. Dan sungguh, Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai sahabatmu karena-Nya.”
Lihatlah! bagaimana
dia membuktikan kecintaannya.
Dia rela
berjalan jauh oleh hanya karena kerinduan ingin jumpa dengan sahabatnya.
Ya, karena
kerinduan, hanya karena kerinduan, bukan keperluan lain. Apa pun itu.
Ketulusan
cintanya kepada sahabatnya tersebut menembus pintu-pintu langit, meresak sampai
ke Ar Rahman.
Sehingga Ar
Rahman pun mengutus malaikat dan memerintahkannya untuk menyampaikan,
“Dan sungguh, Allah
mencintaimu sebagaimana kamu mencintai sahabatmu karena-Nya.”