Bismillah,,,
Berbicara tentang sahabat
tentu kita teringat dengan persahabatan antara Rasulullah saw dengan Abu Bakar.
Dikisahkan bahwa; Abu Bakar pernah menemani Rasulullah saw hijrah menuju
madinah, tapi ketika hendak berhijrah, pasukan kafir kuraisy mengetahui hal
itu, sehingga mereka mengadakan rencana untuk menghalangi hijrahnya Rasulullah
dan Abu Bakar. Dan Allah Maha Mengetahui hal itu, sehingga mengabarkan
Rasulullah bahwa kafir kuraisy sedang merencanakan makar buruk terhadapnya.
Kemudian Rasulullah pun pergi bersama Abu Bakar menuju gua tsur untuk
bersembunyi menyelamatkan diri dari makar/kejaran kafir kuraisy. Dan ketika
sampai dimulut gua Abu Bakar berkata: “wahai Rasulallah,, biarlah aku periksa
terlebih dahulu gua ini dan aku bersihkan debu-debu yang ada didalamnya”.
Rasulullah pun mengangguk, sehingga masuklah Abu Bakar kedalam gua tersebut. Ia
mulai memeriksa setiap sudut gua, hawatir ada binatang berbisa yang akan
menyakiti sahabatnya (rasulullah) dan ia pun membersihkan debu-debu yang ada
didalamnya. Setelah itu, ia memepersilahkan sahabatnya (rasulullah) agar segera
memasuki gua. Rasulullah pun memasuki gua tersebut, kemudian beliau merebahkan
diri dan meletakkan kepalanya dipangkuan Abu Bakar (diriwayatkan, bahwa tinggi
dan lebar gua tsur kurang lebih 4 M), dan Rasulullah pun tertidur sedang Abu
Bakar tetap terjaga. Dan Maha Besar Allah yang telah mengutus burung merpati
dan laba-laba untuk membuat sarang di mulut gua, sehingga kafir kuraisy (ketika
sampai di mulut gua) menyangka bahwa gua tersebut belum pernah di masuki sama
sekali oleh seorang pun, karena melihat ada sarang laba-laba dan merpati di
mulut gua. Sedang Abu bakar yang berada didalamnya merasa sedih dan hawatir (karena
rasulullah akan dibunuh) kalau-kalau kafir kuraisy memasuki gua tersebut,
sehingga mereka akan mendapati dirinya dan Rasulullah ada didalam gua. tapi
kemudian Rasulullah membuka matanya dan berkata: “La tahzan innallaha ma’ana
(janganlah kau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita)”. Ahirnya mereka
(kafir kuraisy) pun pergi dan memutuskan untuk menghentikan pengejaran dan ditunda esok hari.
Dan setelah mereka pergi, Rasulullah
tertidur lagi dipangkuan Abu bakar, sedangkan Abu bakar tetap terjaga mengawasi
keadaan. Tapi tiba-tiba Abu bakar merasakan sengatan dikakinya, kemudian ia pun
menoleh kearah kakinya dan mendapati seekor ‘aqrob (kalajengking).
Karena hawatir mengganggu tidur sahabatnya (rasulullah), ia pun tidak bergerak
sama sekali sambil menahan rasa sakit dari sengatan hewan tersebut. sampai
ahirnya, ia pun menangis menitikan air mata dan air mata itu pun jatuh mengenai
wajah sahabatnya (rasulullah). Kemudian rasulullah terbangun dan bertanya: “ada
apa wahai abu bakar? Sungguh aku melihatmu menangis”. “wahai rasulallah,
sesungguhnya ada ‘aqrob yang menyengat kakiku. Dan karena aku hawatir
membangunkanmu dari tidur. Maka aku mencoba menahan rasa sakit itu. Tapi,
apalah daya... air mata ini pun jatuh juga mengenai wajahmu”. Jawab abu bakar
dengan lembut diiringi sesal, karena ia telah membangunkan sahabatnya
(rasulullah) dari tidurnya. Kemudian rasulullah meniup kaki abu bakar, sehingga
hilanglah rasa sakit sengatan itu. Subhanallah...!!!
Dan hal yang serupa pernah
terjadi, yaitu persahabatan antara Abu ali ar ribathi dan Abdullah ar razi (orang
sholeh dahulu). Dikisahkan bahwa; ketika keduanya hendak melakukan safar
(perjalanan) menuju daerah pedalaman Ar razi berkata : “wahai sahabatku Abu ali,
hendaknya diantara kita ada yang menjadi pemimpin. Karena safar kita ini
sangatlah jauh”. Abu ali pun menjawab : “sebaiknya engkau saja wahai sahabatku,
engkau lebih pantas”. Ar razi pun berkata lagi : “kalau begitu kau harus
menta’atiku”. “baiklah” jawab abu ali menyetujui apa yang dikatakan ar razi.
Dan ahirnya, keduanya siap
untuk melakukan perjalanan dengan perbekalan seadanya yang dijadikan satu dalam
sebuah karung (kantong besar). Kemudian ar razi mengangkat karung tersebut dan
menggendongnya diatas punggung, lalu berkata : “wahai sahabatku abu ali,
marilah kita berangkat”. Tapi abu ali menyela : “tunggu dulu sahabatku, biarlah
aku saja yang membawa karung itu”. Dengan senyum lembut ar razi menjawab :
“bukankah engkau sudah mengatakan bahwa aku yang menjadi pemimpin dan kau
menta’atiku”. Abu ali pun diam tertegun dengan ucapan sahabatnya itu. Dan akhirnya
keduanya berangkat.
Setelah sampai dipertengahan safar
(perjalanan), mereka berdua beristirahat dan berniat bermalam. Padahal mereka
berdua masih berada di dataran padang pasir, sehingga jikalau turun hujan maka
otomatis mereka akan kehujanan. Dan tanpa diduga hujan benar-benar turun pada
malam itu. Sehingga mereka langsung terbangun dan kebingungan hendak kemana
berteduh. Tapi kemudian, ar razi melepaskan kain yang ia kenakan dibadannya
lalu membentangkannya. Kemudian ia menaungi sahabatnya (abu ali) dengan kain
tersebut dengan harapan ia bisa melindungi sahabatnya (abu ali) dari air hujan.
Sedangkan ia sendiri rela kehujanan. Dan abu ali hanya bisa menangis
menguraikan air mata melihat sikap sahabatnya (ar razi) sambil berkata didalam
hatinya : “wahai sahabatku, seandainya saja aku tidak mengatakan ‘engkau saja
yang menjadi pemimpin’ tentu tidak akan seperti ini jadinya. Engkau begitu baik
terhadapku wahai sahabat, engkau rela memberikan naungan kepadaku agar aku
selamat dari air hujan. Sedangkan engkau sendiri tidak selamat darinya (air
hujan)”. Dan ahirnya hujan pun reda setelah hampir semalam suntuk. Subhanallah....!!!
Subhanallah,,,, begitu luar biasa persahabatan yang telah dicontohkan oleh abu bakar
dan abdullah ar razi. Dimana mereka mempunyai jiwa itsar yang tinggi,
yaitu; lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Kita lihat,
bagaimana sikap abu bakar yang berusaha menahan rasa sakit akibat sengatan ‘aqrob
dan menahan diri dari bergerak hanya karena hawatir mengganggu tidur sahabatnya
(rasulullah). Sampai ahirnya, air matanya jatuh mengalir mengenai wajah sang
sahabat. Dan disisi lain, kita melihat sikap ar razi yang rela menggendong
karung dan rela membiarkan dirinya kehujanan hanya karena ia tidak mau
memberatkan sahabatnya (abu ali).
Lantas sudahkah kita mempunyai
jiwa itsar terhadap orang-orang disekitar kita, terutama sahabat kita....???
inilah suatu pertanyaan besar. Dimana banyak pada zaman sekarang ini yang
mengaku bahwa mereka adalah sahabat. tapi pengakuan itu hanyalah sebatas ujung
lidah saja, tidak ada tatbiq (praktek) dan tahqiq
(perealisasian). Kita tentu pernah menyaksikan bagaimana persahabatan
kebanyakan orang yang mana mereka lebih senang memanfaatkan sahabat mereka
sendiri daripada memberi manfaat (mudah-mudahan kita tidak termasuk seperti
mereka). Padahal tidaklah seperti itu adanya seorang sahabat.
Wahai kawan, mungkin ada
diantara kita yang terkadang tidak menyadari, bahwa betapa sering kita menuntut
seseorang untuk menjadi sahabat baik atau sahabat sejati bagi kita. Oke,, itu
tidaklah disalahkan. Akan tetapi kita harus ingat dengan perkataan Orang
sholeh dahulu bahwa; “sahabat yang baik adalah sahabat yang bisa membawa
kita pada keredoan Allah dan bisa membawa kita menuju syurga_Nya”. Nah,,
mungkin setelah kita membaca ungkapan ini timbul beberapa pertanyaan dalam
benak kita, “apakah ada sahabat yang seperti itu?” atau “dimanakah sahabat yang
seperti itu?”. Seharusnya kita tidak perlu mengajukan pertanyaan. Akan tetapi
hendaknya kita berfikir, kalau memang kita tidak bisa menemukan atau memiliki
sahabat yang seperti itu, tentulah kita yang harus menjadi sahabat baik untuk
orang lain. Ralp waldo emerson pernah mengungkapkan bahwa; “satu-satunya
cara menghargai kebaikan adalah dengan kebaikan, dan satu-satunya jalan untuk
memliki seorang sahabat adalah dengan menjadi seorang sahabat”. Oleh karena
itu, hendaknya kita menyadari bahwa kita hidup di dunia ini bukanlah untuk
mencari sahabat. Akan tetapi untuk menjadi seorang sahabat, sahabat baik untuk
semua orang. Bismillah... kita pasti bisa!!!!
Dan ada beberapa hal yang
perlu diingat, bahwa; sahabat itu hendaknya lebih sering memberi daripada
menerima. Dan seorang sahabat hendaknya mempunyai jiwa yang tegar, yang dikala
ia mendapati sahabatnya yang lain sedang kesusahan atau sedang dalam kesedihan,
maka ia segera membantu dan menghiburnya. Bukan malah ikut susah atau ikut
bersedih bersamanya. Dan seorang sahabat hendaknya mempunyai ilmu agama, agar
ia bisa menasehati sahabatnya yang lain dikala berada dalam kesalahan, bukan
malah mengkritik atau menjelek-jelekannya. Dan hendaknya seorang sahabat tidak membicarakan
keburukan sahabatnya yang lain dihalayak ramai atau menyebarkannya dihadapan
semua orang. Tetapi hendaknya ia merahasiakan dan menutupi setiap kesalahan
sahabatnya. Dan jikalau ada seseorang yang menanyai tentang sahabatnya, maka
tidaklah ia berkata melainkan tentang kebaikan yang ada pada sahabatnya. Dan
seorang sahabat hendaknya selalu menolong bukan malah mencelakakan. Dan seorang
sahabat hendaknya selalu mendoakan kebaikan untuk sahabatnya yang lain bukan
malah mengumpat atau mencelanya atau bahkan mengutuknya. Wal ‘iyadzubillah.
Niatkanlah dalam persahabatan
untuk menambah amalan dan pahala disisi Allah swt; saling tolong menolong dalam
kebaikan, saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran, serta saling
mendoakan satu sama lain. Dan tak lupa harus saling mengingatkan dikala salah
atau dalam kealpaan.
Oke kawan,,, sekarang jadilah
engkau sahabat baik untuk orang lain, tidak perlu menuntut tapi tunjukanlah dan
katakanlah : “Aku bisa menjadi sahabat yang baik untukmu”.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar