Senin, 30 Juni 2014

Encep Dan Izzat




Hari itu.

“Ka, aku ingin coba nerbitin buku,” pesanku pada kakakku yang aku kirim via sms.

“Jangan terburu-buru nerbitin, kamu itu masih perlu banyak belajar,” balasnya.

Di hari berikutnya ketika alhamdulillah bukuku sudah diterbitkan. Selfpublising.

“Ka, bukuku sudah terbit,” smsku padanya.

“Coba kirimkan ke rumah. Aku ingin lihat karyamu,” balasnya.

Beberapa hari kemudian.

“Buku sudah sampai. Bukunya bagus, tapi penulisan dalam buku masih banyak yang perlu dikoreksi; seperti tanda (,), (.), (!), dan sebagainya,” smsnya padaku.

“Melihat bukumu, aku jadi ingin nerbitin karyaku juga,” lanjutnya.

“Alhamdulillah kalau begitu,” balasku singkat.

Dan di hari yang lain.

“Aku ingin bertanya. Sebenarnya apa yang mendorongmu untuk menerbitkan buku?” tanya kakakku.

“Alhamdulillah, aku hanya memanfa’atkan peluang dan kesempatan,” jawabku.

“Kamu itu anak baru kemarin sore, masih harus banyak belajar menulis dan banyak membaca. Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Nampak dari tulisanmu di bukumu ini, bahwa kamu belum banyak membaca. Aku juga punya karya, tapi tidak terburu-buru sepertimu,” paparnya sedikit mengerenyitkan jidatku.

“Subhanallah, sungguh tidak ada yang menjamin bahwa aku akan tetap hidup esok hari. Aku bilang, aku hanya memanfa’atkan peluang dan kesempatan. Aku diberi kelapangan oleh-Nya untuk menyusun buku, yang kemudian alhamdulillah atas pertolongan-Nya bukuku pun terbit. Sehingga sekiranya esok aku mati, maka aku tidak mati sia-sia. Aku meninggalkan karya; untukmu, untuk adik-adik, dan untuk kaum muslimin,” terangku dengan dada yang bergemuruh.

“Sungguh, semoga aku tidak sombong bahwa apa-apa yang aku baca adalah lebih baik daripada apa-apa yang kamu baca, hanya saja aku memang bukanlah seorang penulis asli sepertimu, bukanlah pula seorang sastrawan sepertimu. Kamu adalah kamu dan aku adalah aku,” terangku selanjutnya.

“Ya, aku mengerti,” jawabnya singkat.

Dan ahirnya hari ini.

“Sekaranglah waktunya. Sekarang adalah waktu yang tepat,” komentarku pada gambar cover bukunya yang dia updet di facebook. Ahirnya, kakakku memang lebih baik dariku. Dia pun menerbitkan karyanya.

Kakakku.
Mungkin engkau lebih baik dariku.
Aku bukanlah dirimu. Bukanlah sepertimu.
Tapi sungguh, aku yakin bahwa engkau selalu mendukungku.
Dan aku?
Sungguh, aku lebih sangat mendukungmu.

Semoga Allah selalu membersamai kita dalam kebaikan hidup di dunia dan di akhirat.

Tidak ada komentar: