Senin, 18 Maret 2013

Pentingnya Sebuah Keikhlasan


Jama’ah jum’ah yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala…

Dalam kesempatan khutbah ini, khotib akan menyampaikan khutbah tentang Pentingnya Sebuah KEIKHLASAN. Allah berfirman di dalam Al Qur’an Surat Al Bayyinah : 5

“Dan tidaklah mereka disuruh melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.

                Kita melihat, betapa banyak diantara manusia yang melakukan suatu amalan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala tetapi pada hakekatnya mereka tidak mendapatkan apa-apa dari amalan ibadah yang ia perbuat. Sedangkan mereka merasa bahwa mereka telah berbuat dengan sebaik-baiknya. Allah telah berfirman dalam Surat Al Kahfi : 103-104

“Katakanlah: "Apakah mau Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?". Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat dengan sebaik-baiknya”.

                Mereka banyak melakukan amalan tetapi mereka tidak mengilmui dan memahami amalan ibadah mereka sendiri. Mereka hanya sekedar mengikuti kebanyakan orang melakukan ini dan itu. Kemudian ia pun ikut melakukannya.  Allah telah berfirman dalam Surat  Az Zumar : 9

"Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.

Kaum muslimin sidang jum’ah yang dirahmati Allah SUbhanahu Wa Ta’ala…

Kemudian kita juga melihat, betapa banyak orang yang memiliki ilmu. Memepelajarinya dengan dalam kemudian mengajarkannya pula kepada orang lain. Tetapi mereka sedikit sekali dalam mengamalkan ilmunya. Maka mereka tidak ada bedanya dengan orang-orang pertama yang khotib sebutkan. Orang-orang pertama, mereka banyak melakukan amal ibadah tetapi tidak didasari dengan ilmu yang benar. Kemudian orang-orang macam kedua, mereka banyak mengilmui dan memahami amaliyah ibadah dalam Agama ini. Tetapi mereka sedikit sekalai dalam mengamalkan ilmunya. Apakah mereka ini tidak berfikir bahwa;

“Ilmu itu akan menjadi hujjah bagi dirinya atau atas dirinya”.

Jadi, ilmu itu bisa menjadi penolong bagi pemiliknya dan juga bisa menjadi penghancur  bagi pemiliknya itu sendiri.

                Kemudian kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia…

                Ada lagi orang-orang macam ketiga, yang mana mereka mempunyai ilmu lalu mengamalkan pula setiap ilmunya. Tetapi sungguh sayang, ternyata Allah Subhanahu Wa Ta’ala murka dan tidak redho kepada mereka. Karena apa? Mereka tidak Ikhlas dalam mengilmui Agama mereka sendiri. Tidak pula Ikhlas dalam mengamalkan setiap syari’at Agama Yang Mulia ini. Wal’iyadzu Billah..

                Inilah, sebagai mana yang pernah dituturkan oleh Al Imam Ghozali Rahimahullah bahwa:

“Setiap manusia pada hakekatnya adalah mati kecuali orang-orang yang berilmu. Dan orang-orang yang berilmu pada hakekatnya adalah tidur kecuali orang-orang yang mengamalkan Ilmunya. Dan orang-orang yang banyak mengamalkan ibadah pada hakekatnya adalah tertipu kecuali orang-orang yang Ikhlas”.

Jadi percuma bagi kita, jikalau kita banyak memiliki Ilmu dan banyak mengamalkan amaliyah ibadah. Sedangkan kita tidak pernah Ikhlas dalam merealisasikan hal itu. Dan kita pun ternyata tidak menyadarinya. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun memperingati NabiNya Sallallahu ‘Alai Wa Sallam di dalam Al Qur’an Surat Az Zumar : 65

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”.

Lalu bagaimana dengan kita, sebagai hamba biasa. Tentu lebih dihawatirkan lagi akan terjatuh dalam ketiadaan Ikhlas alias Riya atau Syirk. Dan Nabi Sallallahu ‘Alai Wa Sallam pun pernah bersabda:

“Syirk pada umat ini, itu lebih tersembunyi daripada seekor semut yang ada diatas batu cadas hitam ditengah kegelapan malam”.



Khutbah Kedua

Kaum muslimin sidang jum’ah yang dirahmati Allah SUbhanahu Wa Ta’ala…

Maka tidak ada jalan dan pilihan bagi kita melainkan harus sering beristigfar dan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sepanjang siang dan malam. Tidak terlepas bagaimana pun kedudukan kita sekarang. Sebagai siapa pun diri kita ini sekarang. Maka hendaknya kita terus beristigfar dan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (At tahrim : 8)

“Dan memohon ampunlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al Muzammil : 11)

Bahkan Nabi kita Muhammad Sallallahu ‘Alai Wa Sallam kekasih Allah, yang telah dijanjikan Syurga dan yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang. Beliau tidak pernah berhenti beristigfar memohon ampun kepada Allah Tabaroka Wa Ta’ala. Sehingga beliau bersabda:

“Demi Allah, sesungguhnya saya beristigfar memohon ampun kepada Allah sebanyak 70 kali atau 100 kali dalam setiap hari”.

                Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia…

                Maka sesungguhnya seorang hamba, setiap kali ia banyak beristigfar memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka setiap kali itu pula hatinya akan bersih, akan lebih dekat pada keikhlasan. Dan barangsiapa yang Ikhlas hatinya. Maka sedikit amalannya, gununglah pahalanya. Lain halnya dengan orang yang tidak Ikhlas. Banyak amalannya tetapi pada hakekatnya ia tidak mendapatkan apa-apa. Dikarenakan tidak adanya keimanan dan pengharapan akan apa yang ada di sisi Allah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Surat AL Furqon : 23

“Dan kami datangkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”.


Tidak ada komentar: