Minggu, 22 September 2013

Tragedi Hati Di Kereta

Sabtu, 14 September 2013


            Krining, krining, krining, telpon perpustakaan berbunyi mengagetkanku yang sedang melamun. “Halo! Nzhat?”, seseorang menyapa dari balik telpon. “Iya!”, jawabku. “Anterin saya ke Stasiun Jakarta Kota yuk!”, oh ternyata suara mas faizin. “Oke insya Allah!”, langsung aku tutup dan blecing ke bawah menuju mas faizin. 

            Setelah sampai dibawah, aku langsung menemui mas faizin, “Kapan berangkatnya?”, tanyaku. “Sekarang!”, jawab dia. “Hah, sekarang!?, oke deh, saya ganti baju dulu”, langsung masuk kamar dan ganti baju. Kemudian aku dan mas faizin langsung berjalan menuju jalan raya, menunggu mobil angkot tujuan Stasiun Tanjung Barat. Alhamdulillaah, tidak sempat mengedipkan mata, mobil sudah ada berhenti di depan, dan kami pun naik.

            Stasiun Tanjung Barat, ya alhamdulillaah kami pun sampai. Lalu beli 2 tiket tujuan Stasiun Jakarta Kota. Tidak menunggu lama, kereta dari arah Bogor pun datang. Kami langsung naik, dan ternyata kami mendapati kereta sudah dipenuh banyak penumpang. Maka terpaksa kami berdiri.  

            Stasiun demi stasiun telah terlewati, dan para penumpang pun satu persatu telah keluar. “Waduh, kapan bisa duduknya nih? Sudah banyak penumpang yang turun, tapi tetep saja belum bisa duduk”, bisikku dalam hati. Alhamdulillaah, untungnya aku sudah terbiasa. So, aku enjoy saja dan berusaha menikmati. 

            Dan saat kereta hendak berhenti di Stasiun Tebet (kalo tidak salah). Disitulah terjadi tragedi hati. Aku menoleh ke arah kiri punggungku, lalu “Subhanallaah”, aku bergumam dalam hati. Tanpa sengaja aku menatap seorang wanita berkerudung yang sungguh amat cantik, dan ia pun menatapku. Lama kita beradu pandang sampai ahirnya aku membuang pandanganku ke bawah. Perasaan normalku sebagai lelaki biasa pun mulai bergejolak, jantung berdetak cepat, pikiran kalut, aliran darah terasa berhenti, dan kereta pun terasa ikut berhenti pula, semuanya seakan gelap, hanya aku dan dia yang terang. “Perasaan apa ini?”, aku bertanya-tanya dalam hati. Karena tidak tahan, aku pun menoleh untuk kedua kalinya ke arah wanita berkerudung yang cantik itu. Dan ternyata tatapanku tepat mengenai kedua bola matanya. “Yaa Allaah, kenapa dia juga menatapku?!”, aku semakin kacau, merasa pipiku benar-benar berubah manjadi merah. Tapi entah kenapa?, aku malah betah menatapnya, dan ia pun begitu. Sampai kemudian kerata pun hampir sampai di stasiun tebet. Lalu dia mendekat, “Aduh gawat, dia mendekat”, pikirku dalam hati. Dan ternyata dia mendekat ke pintu, karena tanpa sadar aku pun sedang berdiri dekat pintu. Posisiku dengannya begitu dekat, sehingga aku berpikir untuk meraih tangannya. Tapi aku sadar bahwa itu tidak pantas untuk dilakukan, “Astaghfirullaah, astaghfirullaah,,”. Aku hanya diam dan dia pun diam, kita sama-sama diam, pandangan mata pun kini saling berlawanan.

            Stasiun Tebet, kereta berhenti. Maka berakhirlah tragedi hati yang menimpa lelaki ini; aku. Sungguh aku tidak sempat menatapnya keluar dari kereta. Karena aku tidak bisa membayangkan bakal jadi apa aku?, jika ada tatapan ketiga diantara kita; aku dan dia. Dia keluar, dan aku masih di dalam kereta. Sebab tujuanku adalah Stasiun Jakarta Kota bukan Stasiun Tebet.

            Setelah kejadian itu, aku tersenyum sendiri di sepanjang perjalanan. “Ini benar-benar kecelakaan. Seharusnya ini tidak terjadi. Aku menatapnya, itu wajar karena dia cantik. Sedangkan dia menatapku, siapa aku?. Ah sudahlah, mungkin aku mirip dengan pembantunya atau sopirnya atau tukang kebunnya?, hehehe”, gumamku sambil tersenyum sesak lalu beristighfar, “Astahgfirullaah..”.

            Tring! Alhamdulillaah, ahirnya sampai juga di Stasiun Jakarta Kota.

#The End#
           

Tidak ada komentar: