Kala aku merindu;
Aku bagai duduk di atas sampan, berada di tengah laut, tenang,
sendirian.
Ingin turun dari sampan, tersadar bahwa di bawahku adalah laut,
yang ada aku dilahap hiu atau paus.
Dan jika aku terus-terusan berada di atas sampan, lama-lama aku
jadi ikan gesek terpanggang panas matahari.
Kugunakan saja kayuh harapanku, mencari tepian pantai, tahu-tahu
aku lelah, terasa seakan semua anggota badan terpisah berantakan.
Kala aku merindu;
Aku bagai menahan beban batu besar di pundakku, terasa sungguh
jalanku kepayahan, terseyok-seyok.
Ingin kujatuhkan, tapi batu besar ini seperti sudah sangat melekat
di punggungku, tanganku pecah-pecah, punggungku berdarah-darah, keringat peluh
deras membuncah.
Kala aku merindu;
Aku seperti sedang duduk di sebuah gerbong kecil, menyusuri
terowonagn panjang yang gelap, pekat.
Aku tak bisa melihat apa-apa, bahkan sekedar melihat telapak
tanganku sendiri.
Rindu; perasaan abstrak, entah di sebelah mana letaknya di hati
ini.
Jika sekiranya rindu itu menempel di tangan, pastilah mungkin sudah
kupotong tangan ini.
Namun tersadar, apalah artinya jika aku hidup dengan sebelah tangan
yang terpotong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar