Selasa, 12 Mei 2015

Pekerja Ideal

Khutbah I
            Kaum muslimin jama’ah sholat jum’ah rahimakumullah
            Islam adalah agama yang mulia, agama yang sempurna, yang menjaga kehormatan dan kemuliaan setiap pemeluknya. Dan diantara bentuk kehormatan dan kemuliaan seorang muslim adalah, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menganjurkan dan memerintahkannya untuk bekerja dan mencari rizki sebagai rasa syukur kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
            “Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai bentuk rasa syukur (kepada Allah).” (Saba’ : 13)
            “Dan katakanlah! ‘bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu dan rasul dan orang-orang yang beriman. Dan kalian akan dikembalikan pada hari kiamat di hadapan Allah yang mengetahui perkara yang gaib dan perkara yang nampak. Kemduian mengabarkan kepadamu apa yang dahulu pernah kamu kerjakan.” (At Taubah : 105)

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang berbahagia
            Islam menganjurkan setiap pemeluknya untuk bekerja, berusaha dan giat dalam mengais rizki atau mengais matapencaharian hidup.  Karena pengangguran dan meminta-minta termasuk perbuatan yang sangat tercela dan dapat mengurangi kehormatan, kewibawaan dan kemuliaan seseorang.
            Salah seorang sahabat yang bernama Hakim ibn Hizam radiyallahu ‘anhu pernah datang kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam seraya meminta-minta harta kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Hakim ibn Hizam berkata menceritakan perbuatannya tersebut,
            “Aku meminta harta kepada Rasulullah, kemudian beliau memberikannya kepadaku. Lalu aku meminta lagi, lalu beliau pun memberi. Lalu aku pun meminta lagi, dan beliau masih tetap memberi.”
            Namun kemudian beliau bersabda seraya memberikan pengajaran kepada sahabat Hakim ibn Hizam,
            “Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini begitu menggiurkan hijau dan manis, maka barangsiapa yang mengambilnya dengan kecukupan jiwa, maka dia akan diberkahi pada hartanya, dan barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang rakus, maka dia tidak akan diberkahi pada hartanya. Selayaknya orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang. Dan adalah tangan yang diatas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (Muttafaq ‘Alaih)
            Dan dalam hadits lain, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras terhadap orang-orang yang sukanya hanya meminta-minta harta dari orang lain, tanpa mau bekerja dan berusaha sendiri untuk memperolehnya.
            “Ada seseorang yang (selama hidupnya) sentiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga dia berjumpa dengan Allah dan di wajahnya tidak ada secuil daging pun.” (Muttafaq ‘Alaih)
            “Barangsiapa yang meminta-minta harta kepada manusia dengan tujuan untuk mengayakan dirinya, maka sesungguhnya yang dia meminta adalah batu api neraka yang panas.” (Muslim)

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang berbahagia
            Maka hendaknya pada kesempatan yang mulia ini, kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas dikaruniakannya kepada kita suatu pekerjaan yang dengannya kita bisa menghidupi dan menginfakki kehidupan diri kita sendiri dan kehidupan anak-istri kita, atau keluarga kita yang lainnya. Tanpa pernah kita merendahkan tangan kita di hadapan orang lain seraya meminta-minta atau mengemis-ngemis, sehingga hilanglah kehormatan, kewibawaan serta kemuliaan diri kita di hadapan manusia, terlebih di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.

            Kaum muslimin yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
            Sungguh betapa indah apa yang disabdakan oleh nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
            “Sungguh beruntunglah seorang muslim itu, diberi rizki oleh Allah dari hasil kerjanya, lalu Allah karuniakan kekayaan hati pada dirinya, sehingga dia merasa puas dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.” (Muslim)
             “Sungguh, seseorang diantara kalian yang mengambil tali ikat, kemudian dia pergi melewati lereng-lereng gunung atau bukit-bukit gunung, sehingga dia dapat mengumpulkan kayu bakar, lalu diikatkannya di atas punggungnya, kemudian dia menjualnya, dan Allah subhanahu wa ta’ala menjaga kehormatan wajahnya dengan pekerjaanya tersebut, maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia, baik diberi atau tidak diberi.” (Bukhori)
            Dalam hadis lain beliau bersabda,
            “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik bagi dirinya melainkan ketika dia memakan makanan dari hasil kerja tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Bukhori)

            Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
            Sungguh, Islam adalah agama yang sangat memuliakan seseorang dengan pekerjaannya, apa pun pekerjaan itu, selagi pekerjaan itu halal dan bermanfaat bagi sesama. Sehingga disebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba yang menekuni pekerjaannya.
            Dan di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala telah merumuskan bagaimana supaya kita bisa menjadi pekerja yang baik, dicintai dan diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala;
            1. Ilmu
            Ilmu merupakan modal penting bagi seorang pekerja. Sebelum dia menggeluti pekerjaannya, dia harus mengilmui terlebih dahulu pekerjaannya tersebut. Sebab merupakan tanda-tanda kiamat adalah apabila ada suatu urusan atau suatu pekerjaan yang diserahkan kepada bukan ahlinya.
            “Apabila suatu urusan/suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (Bukhori)
            Maka menjadi suatu kewajiban bagi seorang pekerja untuk mengilmui dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya, supaya pekerjaannya tersebut memberikan dampak yang positif bagi dirinya sendiri dan juga bagi masyarakat, bukan malah menyebabkan kemudhoratan dan kehancuran bagi dirinya dan bagi orang lain.
            Di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan tentang raja Mesir dan nabi Yusuf ‘alaihis salam,
            “Dan raja mesir berkata, ‘datangkanlah yusuf kepadaku!’ maka ketika dia berbicara dengan yusuf, dia berujar, ‘sesungguhnya sekarang, engkau memiliki kedudukan dan menjadi kepercayaan di sisi kami.’ Kemudian Yusuf pun berkata, ‘pekerjakanlah aku dalam bidang perbendaharaan bumi/perekonomian masyarakat, sesungguhnya aku adalah orang yang dapat menjaga lagi orang yang mengilmui hal tersebut.” (Yusuf : 54-55)

            Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
            2. Kekuatan
            Seorang pekerja haruslah memiliki kekuatan yang bisa menjadikannya maksimal dalam bekerja. Namun kekuatan disini, bukan berarti dia harus memiliki tubuh yang kekar; otot kawat, tulang besi.
            Yang dimaksud kekuatan disini adalah sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam,
            “Bukanlah orang yang kuat itu, orang yang menang dalam perkelahian, tapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan gejolak amarahnya.”
            Karena betapa banyak pekerjaan menjadi hancur dan berantakan oleh sebab kemarahan yang tidak terkendali, sehingga dalam Islam, orang yang sedang marah tidak boleh dimintai fatwa, pendapat, nasihat atau sebagainya, dan keputusannya tidak bisa diterima sama sekali disaat dia sedang marah, apalagi kemarahan yang diluar batas kewajaran, karena orang yang sedang marah diibaratkan seperti orang gila yang sebagian akalnya hilang.

            Maka jama’ah sekalian yang berbahagia
            Sangat penting bagi kita untuk melatih menahan amarah kita di saat kita sedang bekerja, terlebih di saat pekerjaan tersebut menyangkut hubungan dengan orang banyak, dengan clien, mitra, pelanggan, bos atau atasan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
            “Dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan manusia, dan adalah Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Ali Imran : 134)
            “Barangsiapa yang menahan amarahnya disaat dia mampu meluapkannya, maka kelak pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh para makhluk, kemudian Allah mempersilahkannya untuk memilih bidadari mana saja yang dia sukai.” (Ibnu Majah)

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah
            3. Amanah
            Seorang pekerja haruslah amanah dalam bidang pekerjaannya. Dia tidak berhianat terhadap tugas-tugas yang sudah menjadi kewajibannya untuk dikerjakan dan dilaksanakan.
            Pekerjaan merupakan nikmat sekaligus ujian yang Allah berikan kepada seseorang. Sehingga siapa pun yang telah dikaruniakan suatu pekerjaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia harus amanah, yaitu dapat dipercaya dan dapat mempertanggungjawabkan segala pekerjaannya.
            Demikianlah yang Allah firmankan di dalam Al Qur’an,
            “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kamu pekerjakan adalah orang yang memiliki kekuatan lagi dapat dipercaya (menjaga amanah pekerjaannya).” (Al Qashash : 26) 

            Khutbah II
            Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
            Sebagai pekerja atau orang yang sedang menekuni profesi, maka hendaknya kita memiliki  3 hal yang telah khatib sampaikan di khutbah pertama, yaitu ilmu, kekuatan dan amanah. Sehingga dengan 3 hal tersebut, kita bisa meraih kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan meraih keberkahan dari pekerjaan kita. Dan perlu kita ketahui, bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan yang hasilnya dapat bermanfaat bagi orang lain secara kontinyu sepanjang waktu, bahkan disaat kita telah terkubur di dalam tanah, hasil pekerjaan kita masih memberikan manfaat bagi orang-orang yang hidup setelah kita.

            Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
            Ketahuialah! Bahwa para nabi dan rasul pun bekerja sama halnya seperti kita. Nabi Daud adalah seorang tukang besi, Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu, dan Nabi Muhammad adalah seorang pedagang, bahkan sempat menjadi seorang penggembala. Namun pekerjaannya yang demikian, tidak mengurangi kemuliaan mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
            Karena nilai kemuliaan seseorang tidak dinilai dari apa pekerjaan atau profesinya, melainkan dinilai dari bagaimana dia mempraktekkan ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala di dalam setiap pekerjaannya.


            Demikianlah jama’ah sekalian yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, khutbah yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang mulia ini. Mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi khatib pribadi dan umumnya bagi jama’ah sekalian.

Tidak ada komentar: