Khutbah I
Kaum muslimin jama’ah sholat
jum’ah rahimakumullah
Islam adalah agama yang mulia, agama
yang sempurna, yang menjaga kehormatan dan kemuliaan setiap pemeluknya. Dan
diantara bentuk kehormatan dan kemuliaan seorang muslim adalah, bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala menganjurkan dan memerintahkannya untuk bekerja dan mencari rizki
sebagai rasa syukur kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Bekerjalah wahai keluarga Daud
sebagai bentuk rasa syukur (kepada Allah).” (Saba’ : 13)
“Dan katakanlah! ‘bekerjalah
kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu dan rasul dan orang-orang yang
beriman. Dan kalian akan dikembalikan pada hari kiamat di hadapan Allah yang
mengetahui perkara yang gaib dan perkara yang nampak. Kemduian mengabarkan
kepadamu apa yang dahulu pernah kamu kerjakan.” (At Taubah : 105)
Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang
berbahagia
Islam menganjurkan setiap pemeluknya
untuk bekerja, berusaha dan giat dalam mengais rizki atau mengais
matapencaharian hidup. Karena
pengangguran dan meminta-minta termasuk perbuatan yang sangat tercela dan dapat
mengurangi kehormatan, kewibawaan dan kemuliaan seseorang.
Salah seorang sahabat yang bernama
Hakim ibn Hizam radiyallahu ‘anhu pernah datang kepada Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam seraya meminta-minta harta kepada Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam. Hakim ibn Hizam berkata menceritakan perbuatannya tersebut,
“Aku meminta harta kepada
Rasulullah, kemudian beliau memberikannya kepadaku. Lalu aku meminta lagi, lalu
beliau pun memberi. Lalu aku pun meminta lagi, dan beliau masih tetap memberi.”
Namun kemudian beliau bersabda
seraya memberikan pengajaran kepada sahabat Hakim ibn Hizam,
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta
ini begitu menggiurkan hijau dan manis, maka barangsiapa yang mengambilnya
dengan kecukupan jiwa, maka dia akan diberkahi pada hartanya, dan barangsiapa
yang mengambilnya dengan jiwa yang rakus, maka dia tidak akan diberkahi pada
hartanya. Selayaknya orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang. Dan
adalah tangan yang diatas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah.”
(Muttafaq ‘Alaih)
Dan dalam hadits lain, Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras terhadap orang-orang
yang sukanya hanya meminta-minta harta dari orang lain, tanpa mau bekerja dan
berusaha sendiri untuk memperolehnya.
“Ada seseorang yang (selama
hidupnya) sentiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga dia berjumpa dengan
Allah dan di wajahnya tidak ada secuil daging pun.” (Muttafaq ‘Alaih)
“Barangsiapa yang meminta-minta
harta kepada manusia dengan tujuan untuk mengayakan dirinya, maka sesungguhnya
yang dia meminta adalah batu api neraka yang panas.” (Muslim)
Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang
berbahagia
Maka hendaknya pada kesempatan yang
mulia ini, kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas dikaruniakannya
kepada kita suatu pekerjaan yang dengannya kita bisa menghidupi dan menginfakki
kehidupan diri kita sendiri dan kehidupan anak-istri kita, atau keluarga kita
yang lainnya. Tanpa pernah kita merendahkan tangan kita di hadapan orang lain
seraya meminta-minta atau mengemis-ngemis, sehingga hilanglah kehormatan,
kewibawaan serta kemuliaan diri kita di hadapan manusia, terlebih di hadapan
Allah subhanahu wa ta’ala.
Kaum muslimin yang dirahmati
Allah subhanahu wa ta’ala
Sungguh betapa indah apa yang
disabdakan oleh nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
“Sungguh beruntunglah seorang
muslim itu, diberi rizki oleh Allah dari hasil kerjanya, lalu Allah karuniakan
kekayaan hati pada dirinya, sehingga dia merasa puas dengan apa yang telah
Allah berikan kepadanya.” (Muslim)
“Sungguh, seseorang diantara kalian yang
mengambil tali ikat, kemudian dia pergi melewati lereng-lereng gunung atau
bukit-bukit gunung, sehingga dia dapat mengumpulkan kayu bakar, lalu diikatkannya
di atas punggungnya, kemudian dia menjualnya, dan Allah subhanahu wa ta’ala
menjaga kehormatan wajahnya dengan pekerjaanya tersebut, maka itu lebih baik
baginya daripada meminta-minta kepada manusia, baik diberi atau tidak diberi.”
(Bukhori)
Dalam hadis lain beliau bersabda,
“Tidaklah seseorang memakan
makanan yang lebih baik bagi dirinya melainkan ketika dia memakan makanan dari
hasil kerja tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihis salam makan
dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Bukhori)
Kaum muslimin sidang jum’ah yang berbahagia
Sungguh, Islam adalah agama yang
sangat memuliakan seseorang dengan pekerjaannya, apa pun pekerjaan itu, selagi
pekerjaan itu halal dan bermanfaat bagi sesama. Sehingga disebutkan bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba yang menekuni pekerjaannya.
Dan di dalam Al Qur’an, Allah
subhanahu wa ta’ala telah merumuskan bagaimana supaya kita bisa menjadi pekerja
yang baik, dicintai dan diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala;
1. Ilmu
Ilmu merupakan modal penting bagi
seorang pekerja. Sebelum dia menggeluti pekerjaannya, dia harus mengilmui
terlebih dahulu pekerjaannya tersebut. Sebab merupakan tanda-tanda kiamat
adalah apabila ada suatu urusan atau suatu pekerjaan yang diserahkan kepada
bukan ahlinya.
“Apabila suatu urusan/suatu
pekerjaan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya.” (Bukhori)
Maka menjadi suatu kewajiban bagi
seorang pekerja untuk mengilmui dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya, supaya pekerjaannya tersebut memberikan dampak yang positif bagi
dirinya sendiri dan juga bagi masyarakat, bukan malah menyebabkan kemudhoratan
dan kehancuran bagi dirinya dan bagi orang lain.
Di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wa
ta’ala mengisahkan tentang raja Mesir dan nabi Yusuf ‘alaihis salam,
“Dan raja mesir berkata,
‘datangkanlah yusuf kepadaku!’ maka ketika dia berbicara dengan yusuf, dia
berujar, ‘sesungguhnya sekarang, engkau memiliki kedudukan dan menjadi
kepercayaan di sisi kami.’ Kemudian Yusuf pun berkata, ‘pekerjakanlah aku dalam
bidang perbendaharaan bumi/perekonomian masyarakat, sesungguhnya aku adalah
orang yang dapat menjaga lagi orang yang mengilmui hal tersebut.” (Yusuf : 54-55)
Kaum muslimin sidang jum’ah yang
berbahagia
2. Kekuatan
Seorang pekerja haruslah memiliki
kekuatan yang bisa menjadikannya maksimal dalam bekerja. Namun kekuatan disini,
bukan berarti dia harus memiliki tubuh yang kekar; otot kawat, tulang besi.
Yang dimaksud kekuatan disini adalah
sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Bukanlah orang yang kuat itu, orang
yang menang dalam perkelahian, tapi orang yang kuat adalah orang yang mampu
menahan gejolak amarahnya.”
Karena betapa banyak pekerjaan
menjadi hancur dan berantakan oleh sebab kemarahan yang tidak terkendali,
sehingga dalam Islam, orang yang sedang marah tidak boleh dimintai fatwa,
pendapat, nasihat atau sebagainya, dan keputusannya tidak bisa diterima sama
sekali disaat dia sedang marah, apalagi kemarahan yang diluar batas kewajaran, karena
orang yang sedang marah diibaratkan seperti orang gila yang sebagian akalnya
hilang.
Maka jama’ah sekalian yang
berbahagia
Sangat penting bagi kita untuk
melatih menahan amarah kita di saat kita sedang bekerja, terlebih di saat
pekerjaan tersebut menyangkut hubungan dengan orang banyak, dengan clien,
mitra, pelanggan, bos atau atasan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang menahan
amarahnya, dan memaafkan manusia, dan adalah Allah mencintai orang-orang yang
berbuat kebaikan.” (Ali Imran : 134)
“Barangsiapa yang menahan
amarahnya disaat dia mampu meluapkannya, maka kelak pada hari kiamat Allah akan
memanggilnya di hadapan seluruh para makhluk, kemudian Allah mempersilahkannya
untuk memilih bidadari mana saja yang dia sukai.” (Ibnu Majah)
Kaum muslimin jama’ah jum’ah
rahimakumullah
3. Amanah
Seorang pekerja haruslah amanah
dalam bidang pekerjaannya. Dia tidak berhianat terhadap tugas-tugas yang sudah
menjadi kewajibannya untuk dikerjakan dan dilaksanakan.
Pekerjaan merupakan nikmat sekaligus
ujian yang Allah berikan kepada seseorang. Sehingga siapa pun yang telah
dikaruniakan suatu pekerjaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia harus
amanah, yaitu dapat dipercaya dan dapat mempertanggungjawabkan segala
pekerjaannya.
Demikianlah yang Allah firmankan di
dalam Al Qur’an,
“Sesungguhnya sebaik-baik orang
yang kamu pekerjakan adalah orang yang memiliki kekuatan lagi dapat dipercaya
(menjaga amanah pekerjaannya).” (Al Qashash : 26)
Khutbah II
Kaum muslimin sidang jum’ah yang
berbahagia
Sebagai pekerja atau orang yang
sedang menekuni profesi, maka hendaknya kita memiliki 3 hal yang telah khatib sampaikan di khutbah
pertama, yaitu ilmu, kekuatan dan amanah. Sehingga dengan 3 hal tersebut, kita
bisa meraih kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan meraih keberkahan
dari pekerjaan kita. Dan perlu kita ketahui, bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah
pekerjaan yang hasilnya dapat bermanfaat bagi orang lain secara kontinyu sepanjang
waktu, bahkan disaat kita telah terkubur di dalam tanah, hasil pekerjaan kita
masih memberikan manfaat bagi orang-orang yang hidup setelah kita.
Kaum muslimin jama’ah jum’ah yang
dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
Ketahuialah! Bahwa para nabi dan
rasul pun bekerja sama halnya seperti kita. Nabi Daud adalah seorang tukang
besi, Nabi Zakaria adalah seorang tukang kayu, dan Nabi Muhammad adalah seorang
pedagang, bahkan sempat menjadi seorang penggembala. Namun pekerjaannya yang
demikian, tidak mengurangi kemuliaan mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena nilai kemuliaan seseorang
tidak dinilai dari apa pekerjaan atau profesinya, melainkan dinilai dari
bagaimana dia mempraktekkan ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala di
dalam setiap pekerjaannya.
Demikianlah jama’ah sekalian yang
dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, khutbah yang bisa kami sampaikan pada
kesempatan yang mulia ini. Mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi khatib
pribadi dan umumnya bagi jama’ah sekalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar