Selasa, 12 November 2013

Dampak Dari Berbicara


Sahabat, merupakan nikmat besar yang telah Allah berikan kepada kita adalah mulut atau bibir, yang mana dengannya kita dapat berbicara atau berkata. Sejatinya setiap orang memiliki gaya bicara masing-masing sesuai lingkungan dimana ia hidup di dalamnya. Ada yang halus, kalem, keras, bahkan ada gaya bicara yang jikalau kita tidak mendekatkan telinga atau menyimak dengan baik, maka hampir-hampir kita tidak dapat mendengar isi pembicaraannya lantaran saking halus dan lembutnya.
Mari sahabat, kita sedikit berkisah tentang seorang sahabat mulia yang merasa bersalah lantaran memiliki gaya bicara yang keras (jangan dipahami kasar loch!).
Adalah sahabat yang bernama Tsabit bin Qais Radiyalaahu ‘Anhu. Suatu hari, beliau berjalan dalam keadaan menangis. Kemudian datanglah ‘Ashim bin ‘Adi bin Al-Ajan dan bertanya, “mengapa engkau menangis?”, beliau menjawab, “sungguh aku hawatir jikalau ayat ini turun berkaitan dengan diriku, karena aku ini seorang yang bersuara keras”.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.  Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah supaya menjadi bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al-Hujurat : 2-3)
Lihatlah wahai sahabat!, bagaimana sikap Tsabit bin Qais yang menangisi dirinya lantaran ia merasa bahwa ia memiliki suara yang keras yang mungkin pernah menyakiti Rasulullah atau menyakiti sahabat yang lain. Ia terus-menerus menangisi hal tersebut, memikirkan kalau-kalau amalan-amalan baiknya akan terhapus oleh sebab suaranya yang keras (bacalah kembali makna ayat diatas!). Tapi kemudian hal itu diadukan kepada Rasulullah Sallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam, lalu beliau bersabda,
“wahai Ibn Qais!, apakah engkau tidak ridha jika engkau hidup terpuji, mati syahid dan masuk surga?”.
Tsabit bin Qais menjawab, “Aku ridha dan aku tidak akan mengeraskan suaraku di hadapan Rasulullah Sallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk selama-selamanya”.
Wahai sahabat!, mungkin diantara kita ada yang memiliki suara yang keras dan lantang. Tapi sunguh, yang demikian bukanlah merupakan suatu kebaikan, karena dihawatirkan akan salah dipahami oleh orang lain (kecuali di beberapa kondisi; ceramah/pidato). Meski pun suara keras itu merupakan tabi’at atau bawaan dari lingkungan. Maka sebaiknya, kita selalu berusaha untuk merendahkan suara atau melembutkan gaya bicara kita ketika kita berbicara dengan orang lain, terutama kedua orang tua, para guru, orang-orang yang lebih tua, bahkan dengan anak-anak sekali pun.
Jika berbicara dengan suara keras saja bisa menghapus pahala amalan-amalan baik, maka bagaimana jika berbicara dengan suara keras dan juga kasar ditambah omongkosong terus menyakitkan?!.
Maka sungguh indahlah apa yang pernah dipesankan oleh Rasulullah Sallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam,
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berbicara yang baik-baik atau diam”.
Dan beliau juga pernah bersabda kepada salah seorang sahabat,
“sesungguhnya engkau memiliki dua sifat yang sangat dicintai Allah, yaitu sikap lembut dan tenang (dalam berbicara dan bertingkah)”.
Dan tidak ketinggalan, bahwasanya Allah pun telah berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman!, bertakwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar (baik , jujur dan tidak menyakitkan), niscaya Allah akan memperbaiki bagimu segala amalanmu (usahamu) dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sungguh ia telah mendapatkan kemenangan (kesuksesan) yang besar” (Al Ahzab : 70-71)
Nah, wahai sahabat!, sekarang kita mengetahui mengapa kita hanya dianjurkan untuk berbicara yang baik-baik atau diam. Karena ternyata bicara itu dampaknya sangat luarbiasa. Jikalau bicara itu kasar lagi buruk, maka bisa menghapus segala usaha kita untuk meraih kebaikan dan keberhasilan dunia-akhirat, dan sebaliknya bicara baik lagi jujur bisa memperbaiki dan melancarkan segala usaha kita untuk meraih kebaikan dan keberhasilan dunia-akhirat. Itu sudah janji Allah!. Maka sekarang kita tingal memilih; berusaha untuk selalu berbicara baik dan jujur atau bicara keras, kasar dan menyakitkan.
Orang yang hatinya baik, pasti akan memilih yang baik. Orang yang berakal, pasti akan memilih yang benar. Nice!


Tidak ada komentar: