Rabu, 14 Agustus 2013

Aku Bukan Teroris


            Sebenarnya aku tidak terlalu mengerti makna luas dari kata TERORIS, tapi kedengarannya memang menyeramkan. Dan biasanya kata itu ditujukan untuk mereka-mereka yang melakukan tindak kejahatan diatas batas kewajaran. Loch ko’ gitu! Karena memang yang namanya kejahatan itu banyak ragamnya. Mulai dari yang kecil seperti menghina sampai ke  yang besar seperti membunuh. Nah, TERORIS termasuk ragam kejahatan ini.
            Sesuai dengan namanya TERORIS. Biasanya pelaku kejahatan ini melakukan terror-meneror terlebih dahulu atau ancam-mengancam, baik dengan tulisan-tulisan atau aksi-aksi langsung yang merusak bahkan tidak jarang memakan korban. Lalu setelah itu, ia benar-benar melakukan sesuatu yang tidak pernah diduga. Duaaaarrrrrr… tiba-tiba bom meledak disebelah sana. Duaaaaaarrrrrr… tiba-tiba bom meledak disebelah sini. Duaaaaaaarrrr… tiba-tiba bom meledak dari belakang anda (pembaca).. kentut yah… upz.. hehe ^_^
            Nah, mengenai TERORIS ini. Aku punya pengalaman. Begini cerintanya…
            Alhamdulillah yah, biar begini-begini juga aku ini seorang pemuda santri atau pemuda yang berjiwa santri. Aku dikaruniai banyak kesempatan. Salah satunya adalah mengisi pengajian di sebuah mushola dekat stasiun kota Cilacap. Meski jama’ahnya tidak terlalu banyak, tapi rasa syukurku kepadaNya sungguh amat begitu banyak. Nah, disitu ada pengalaman yang insya Allah tidak mungkin terlupakan, yaitu; aku dianggap/dituduh teroris.
            Awalnya, ya Alhamdulillah. Di minggu pertama mengisi pengajian, aku diterima dan jama’ah pun terlihat bahagia dengan kehadiranku sebagai pengisi. Tapi kemudian di minggu kedua, aku dikejutkan dengan kehadiran seorang bapak kira-kira usia 60-an. Nah, ternyata beliau adalah ketua mushola atau pengelola mushola yang mana aku mengisi pengajian disitu. Sebelum aku maju untuk mengisi, beliau telah mendahuluiku maju ke-depan lalu berbicara memperingatkan jama’ah tentang bahayanya teroris yang bisa menjelma sebagai siapa saja, termasuk sebagai ustadz atau pengisi pengajian. Sehingga dia bisa menyebarkan ajaran terorisnya itu. Bom sana bom sini.
            Sedari awal ia bicara, aku hanya mendengarkan saja tanpa peduli. Karena memang aku kurang senang dengan pembahasan semacam itu; memperingatkan orang lain dari bahayanya teroris. “Sebenarnya siapa yang teroris?!...”, aku bergumam dalam hati. Eh kemudian, tiba-tiba aku langsung ditodong. “mungkin pemuda ini juga termasuk antek-antek para teroris. Di kota Cilacap ini sudah menyebar, karena bos-nya sekarang ada di Nusakambangan”. Glegek.. Tanpa basa-basi aku pun langsung dimintai keterangan atau diintrogasi, ditanya begini-begitu. Setelahnya dimintai KTP/Kartu Mahasiswa. Dan apesnya, aku tidak membawa apa-apa waktu itu. Sudah pucat pasi wajah ini, benar-benar seperti disambar petir di siang bolong. “Kejaaaaaaaaaaaaaaaaammmm!!!”, teriakku dalam hati. Masa iya tampang begini dicurigai sebagi teroris?!. Sungguh kecurigaan yang tidak masuk akal. Terlalu naïf. Bagaimana dakwah Islam bisa menyebar kalau ustadz atau penceramahnya saja tertuduh. Tertuduh teroris pula. Lah wong yang dibawanya saja cuma kitab. Memangnya kitab bisa meledak?!
            Tapi ahirnya, Alhamdulillah. Jika kita yakin bahwa kita berada dalam kebenaran, maka pasti dengan izinNya kita akan tertolong. Diantara jama’ah bahkan hampir semuanya. Mereka memberi pembelaan dengan menyatakan, “pemuda ini, pemuda baik-baik.. minggu kemarin dia sudah mengisi disini. Dan apa yang dia sampaikan tidak menjurus ke-arah seperti yang bapak bicarakan”. Lalu setelah itu, aku pun disuruh memperkenalkan identitas diri. Bla, bla, bla… “baiklah, ini menjadi pelajaran. Bahwa siapa pun ustadz atau penceramah yang hendak mengisi di mushola ini, maka harus ada laporan dan keterangan”, tutur bapak 60-an itu. Kemudian Alhamdulillah, aku pun diizinkan mengisi secara rutin seminggu sekali, tepatnya setiap malam Rabu. Benar-benar merasa merdeka setelah itu. “hemh,, Gitu Aja Kok Repot!”.
            Hah, memang sebenarnya ada kesalahan dari awal. Aku yang mau-mau saja disuruh mengisi pengajian di mushola itu. Padahal orang yang menyuruh bukanlah pengurus atau pengelola mushola tersebut. Hanya saja dia adalah jama’ah yang sering sholat disitu. Sehingga kemudian terjadi kesalahpahaman ketika bapak ketua/pengurus mushola datang ikut sholat berjama’ah. AKU DITUDUH TERORIS.
The end.

Ambil yang baik-baiknya saja!!! Hanya sekedar pengalaman.

Tidak ada komentar: