Semenjak mulai tugas pengabdian di
kantor (nama Instansi dirahasiakan), saya merasa bahwa diri ini begitu terikat
dengan waktu. Entah seberapa sering saya menatap jam tangan atau jam dinding,
memastikan waktu agar berjalan sesuai jadwal. Telat sedikit saja, maka itu bisa
berakibat fatal. Apalagi masuk jam kantor. Pasalnya keseringan telat bisa
mengakibatkan potongan gaji. Walau sebenarnya itu hanya berlaku pada
karyawan-karyawan tetap. Adapun saya, maka alhamdulillah itu tidak terjadi.
Maka dari sinilah, saya mulai sering
memperhatikan waktu. Dan sungguhlah benar ungkapan “Waktu itu bagai pedang,
jika anda tidak bisa memainkannya. Maka ia akan menebas anda”. Entah sudah
berapa sabetan pedang yang mendarat di tubuh ini. Dan sebenarnya tidak salah
pula jika kita mengatakan “Waktu adalah uang”. Tuh buktinya para karyawan
senior. Mereka sering kehilangan beberapa receh uang gaji hanya diakibatkan
kurang tepat waktu alias TERLAMBAT dari masuk jam kerja kantor. Maka jangan
sekali-kali mengatakan “Lebih baik terlambat daripada tidak samasekali”, itu
salah besar. Tapi yang pas “Lebih baik izin daripada terlambat”. Hehehe,
terlambat bisa memotong gaji, sedangkan izin, maka selamat dari pemotongan.
Tapi disini, saya mencoba bekerja
seprofesional mungkin. Meski keterlambatan saya tidak berpengaruh terhadap
gaji. Tapi saya tetap mencoba tampil sebagai karyawan yang tepat waktu. Dan
insya Allah, itu akan sentiasa terealisasikan sepanjang saya menjalankan tugas
di kantor ini.
Pasan saya, “Hati-hati dengan gaji
buta”. Sesuatu yang syubhat masuk kedalam perut bisa mengacaukan segalanya. Ibadah
bisa tidak diterima, doa tertolak, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana dengan
yang haram?!. Maka bertakwalah kepada Allah, dan jauhilah mengambil sesuatu
dengan cara yang picik.
Mengambil dengan cara yang jujur itu
lebih baik, meski hasilnya sedikit, daripada mengambil dengan cara yang picik
guna mendapat yang banyak.
Sebagai penutup,
sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam;
“Wahai manusia, sesungguhnya
Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya apa yang
Allah perintahkan kepada orang mukmin itu, sama sebagaimana yang diperintahkan
kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan
yang baik dan kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Allah Ta’ala
berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang
telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi menyebutkan
tentang seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang, sehingga
rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa:
‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’ sedangkan makanannya haram, minumannya pun haram,
pakaiannya juga haram, dan ia diberi makan dari hasil yang haram. Maka bagaimana
mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar