Kamis, 29 Agustus 2013

Menghindari Gaji Buta


            Semenjak mulai tugas pengabdian di kantor (nama Instansi dirahasiakan), saya merasa bahwa diri ini begitu terikat dengan waktu. Entah seberapa sering saya menatap jam tangan atau jam dinding, memastikan waktu agar berjalan sesuai jadwal. Telat sedikit saja, maka itu bisa berakibat fatal. Apalagi masuk jam kantor. Pasalnya keseringan telat bisa mengakibatkan potongan gaji. Walau sebenarnya itu hanya berlaku pada karyawan-karyawan tetap. Adapun saya, maka alhamdulillah itu tidak terjadi.
            Maka dari sinilah, saya mulai sering memperhatikan waktu. Dan sungguhlah benar ungkapan “Waktu itu bagai pedang, jika anda tidak bisa memainkannya. Maka ia akan menebas anda”. Entah sudah berapa sabetan pedang yang mendarat di tubuh ini.    Dan sebenarnya  tidak salah pula jika kita mengatakan “Waktu adalah uang”. Tuh buktinya para karyawan senior. Mereka sering kehilangan beberapa receh uang gaji hanya diakibatkan kurang tepat waktu alias TERLAMBAT dari masuk jam kerja kantor. Maka jangan sekali-kali mengatakan “Lebih baik terlambat daripada tidak samasekali”, itu salah besar. Tapi yang pas “Lebih baik izin daripada terlambat”. Hehehe, terlambat bisa memotong gaji, sedangkan izin, maka selamat dari pemotongan.
            Tapi disini, saya mencoba bekerja seprofesional mungkin. Meski keterlambatan saya tidak berpengaruh terhadap gaji. Tapi saya tetap mencoba tampil sebagai karyawan yang tepat waktu. Dan insya Allah, itu akan sentiasa terealisasikan sepanjang saya menjalankan tugas di kantor ini.
            Pasan saya, “Hati-hati dengan gaji buta”. Sesuatu yang syubhat masuk kedalam perut bisa mengacaukan segalanya. Ibadah bisa tidak diterima, doa tertolak, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana dengan yang haram?!. Maka bertakwalah kepada Allah, dan jauhilah mengambil sesuatu dengan cara yang picik.
            Mengambil dengan cara yang jujur itu lebih baik, meski hasilnya sedikit, daripada mengambil dengan cara yang picik guna mendapat yang banyak.

Sebagai penutup, sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam;

“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang mukmin itu, sama sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi menyebutkan tentang seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang, sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’ sedangkan makanannya haram, minumannya pun haram, pakaiannya juga haram, dan ia diberi makan dari hasil yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim)
           
           

Tidak ada komentar: