Sesungguhnya
Allah itu Maha Lembut lagi Maha Santun tidak menginginkan aib seorang pun dari
hambaNya yang terungkap, tersiar dan
diketahui oleh banyak orang. Renungkanlah firmanNya,
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan keji itu
tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka bagi mereka azab yang pedih
di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
(An Nur : 19)
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala mengancam keras orang-orang yang senang menyebarkan berita
buruk atau menyiarkan kabar jelek terhadap orang-orang yang beriman, bahwa bagi
mereka-lah azab yang pedih di dunia dan di akhirat.
Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun pernah bersabda,
“Janganlah
kalian menyakiti hamba-hamba Allah, janganlah pula menjelek-jelekan mereka, dan
janganlah pula mencari-cari aib (keburukan) mereka!, karena sesungguhnya
barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan
mencari-cari aibnya, sehingga kemudian ditampakkanlah aib tersebut di dalam
rumahnya”. (HR. Ahmad)
Sungguh
wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga aib saudara kita yang muslim. Tidak
pantas bagi kita untuk membicarakannya apalagi menyebarkannya. Karena merupakan
hak sesama muslim adalah saling menjaga aurat, baik aurat hissiyah (aurat
badan; pusar sampai lutut bagi kaum lelaki, dan seluruh tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan bagi kaum wanita) atau aurat ma’nawiyah (aib; keburukan pribadi).
Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa
yang menutupi aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di
dunia dan di akhirat”. (HR. Muslim)
Kita
dianjurkan untuk menutupi aib saudara kita yang muslim. Dan disamping itu, kita
pun dianjurkan untuk menututpi aib diri kita sendiri, karena kita juga adalah
seorang muslim.
Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Setiap
umatku akan dima’afkan, kecuali orang yang terang-terangan, yaitu orang yang
berbuat dosa di waktu malam, kemudian ia masuk waktu pagi dan sungguh Allah
telah menutupi dosanya tersebut, namun kemudian ia berkata (bercerita kepada
orang-orang); ‘wahai fulan!, semalam saya berbuat dosa ini dan itu’. Sungguh,
padahal Allah telah menutupi dosanya yang semalam, namun kemudian di waktu pagi
ia justru menyingkap dosanya sendiri”. (HR. Bukhori-Muslim)
Maka
sungguh tidak dimengerti keadaan orang-orang yang entah secara sadar atau
tidak, mereka sengaja menyebarkan aib, atau mengumumkan kelemahan mereka
sendiri di halayak ramai. Keluhan-keluhan diumbar begitu saja tanpa
diintropeksi terlebih dahulu. Perbuatan dosa sendiri dibicarakan dan
diceritakan kepada banyak orang. Maka perhatikanlah kisah berikut,
Mai’z
ibn Malik al Aslami suatu ketika datang kepada Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam dan berkata,
“Wahai
Rasulallah!, sungguh saya telah menzholimi diri saya sendiri, saya telah
berzina”.
Mai’z
mengatakan hal itu berulang-ulang. Namun apa?, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam justru mengingkarinya, karena memang bukan merupakan karakter seorang
muslim sejati yang menceritakan atau mengungkap aibnya sendiri walau pun itu di
hadapan seorang Rasul. Maka Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata,
“Barangkali
kau ini sudah gila”.
Kemudian
Rasulullah menanyakan kepada kaumnya perihal pribadi Ma’iz, beliau bersabda,
“Apakah
saudara kalian ini terkena penyakit gila?”.
Kaumnya
menjawab,
“Tidak
ya Rasulallah!”.
Maka
ahirnya Ma’iz pun disucikan dari dosanya dengan dirajam sampai mati. (HR.
Bukhori-Muslim)
Sungguh
sekiranya Ma’iz lebih memilih diam dan tidak menceritakannya, maka cukup
baginya dengan bertaubat dan beristighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
sebagaimana firmanNya,
“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri mereka sendiri, kemudian mereka ingat kepada Allah, lalu
memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain daripada Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka
dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”. (Ali
Imran : 135-136)
Namun,
karena hati Ma’iz yang selalu dihantui rasa bersalah, rasa berdosa, rasa
penyesalan dan rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka Ma’iz lebih
memilih untuk disucikan di dunia dengan dirajam (dikubur seluruh anggota badan
didalam tanah kecuali kepala, kemudian dilempari dengan batu sekepal tangan atau
lebih kecil) sampai mati. Sungguh betapa mulia pilihan Ma’iz ibn Malik as
Salami Radiyallahu ‘anhu. Semoga Allah mengampuni dosa beliau.
“Dan
cukuplah Rabbmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa-dosa hambaNya” (Al Isra
: 17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar