Rabu, 02 April 2014

“Dan cukuplah Rabbmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa-dosa hambaNya” (Al Isra : 17)





Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut lagi Maha Santun tidak menginginkan aib seorang pun dari hambaNya  yang terungkap, tersiar dan diketahui oleh banyak orang. Renungkanlah firmanNya,

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (An Nur : 19)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengancam keras orang-orang yang senang menyebarkan berita buruk atau menyiarkan kabar jelek terhadap orang-orang yang beriman, bahwa bagi mereka-lah azab yang pedih di dunia dan di akhirat. 

Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun pernah bersabda,

“Janganlah kalian menyakiti hamba-hamba Allah, janganlah pula menjelek-jelekan mereka, dan janganlah pula mencari-cari aib (keburukan) mereka!, karena sesungguhnya barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan mencari-cari aibnya, sehingga kemudian ditampakkanlah aib tersebut di dalam rumahnya”. (HR. Ahmad)

Sungguh wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga aib saudara kita yang muslim. Tidak pantas bagi kita untuk membicarakannya apalagi menyebarkannya. Karena merupakan hak sesama muslim adalah saling menjaga aurat, baik aurat hissiyah (aurat badan; pusar sampai lutut bagi kaum lelaki, dan seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan bagi kaum wanita) atau aurat ma’nawiyah (aib; keburukan pribadi). 

Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat”. (HR. Muslim)

Kita dianjurkan untuk menutupi aib saudara kita yang muslim. Dan disamping itu, kita pun dianjurkan untuk menututpi aib diri kita sendiri, karena kita juga adalah seorang muslim.

Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

“Setiap umatku akan dima’afkan, kecuali orang yang terang-terangan, yaitu orang yang berbuat dosa di waktu malam, kemudian ia masuk waktu pagi dan sungguh Allah telah menutupi dosanya tersebut, namun kemudian ia berkata (bercerita kepada orang-orang); ‘wahai fulan!, semalam saya berbuat dosa ini dan itu’. Sungguh, padahal Allah telah menutupi dosanya yang semalam, namun kemudian di waktu pagi ia justru menyingkap dosanya sendiri”. (HR. Bukhori-Muslim)

Maka sungguh tidak dimengerti keadaan orang-orang yang entah secara sadar atau tidak, mereka sengaja menyebarkan aib, atau mengumumkan kelemahan mereka sendiri di halayak ramai. Keluhan-keluhan diumbar begitu saja tanpa diintropeksi terlebih dahulu. Perbuatan dosa sendiri dibicarakan dan diceritakan kepada banyak orang. Maka perhatikanlah kisah berikut,

Mai’z ibn Malik al Aslami suatu ketika datang kepada Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan berkata,

“Wahai Rasulallah!, sungguh saya telah menzholimi diri saya sendiri, saya telah berzina”. 

Mai’z mengatakan hal itu berulang-ulang. Namun apa?, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam justru mengingkarinya, karena memang bukan merupakan karakter seorang muslim sejati yang menceritakan atau mengungkap aibnya sendiri walau pun itu di hadapan seorang Rasul. Maka Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata, 

“Barangkali kau ini sudah gila”. 

Kemudian Rasulullah menanyakan kepada kaumnya perihal pribadi Ma’iz, beliau bersabda,

“Apakah saudara kalian ini terkena penyakit gila?”. 

Kaumnya menjawab,

“Tidak ya Rasulallah!”.

Maka ahirnya Ma’iz pun disucikan dari dosanya dengan dirajam sampai mati. (HR. Bukhori-Muslim)

Sungguh sekiranya Ma’iz lebih memilih diam dan tidak menceritakannya, maka cukup baginya dengan bertaubat dan beristighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana firmanNya,

Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, kemudian mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”. (Ali Imran : 135-136)

Namun, karena hati Ma’iz yang selalu dihantui rasa bersalah, rasa berdosa, rasa penyesalan dan rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka Ma’iz lebih memilih untuk disucikan di dunia dengan dirajam (dikubur seluruh anggota badan didalam tanah kecuali kepala, kemudian dilempari dengan batu sekepal tangan atau lebih kecil) sampai mati. Sungguh betapa mulia pilihan Ma’iz ibn Malik as Salami Radiyallahu ‘anhu. Semoga Allah mengampuni dosa beliau.

“Dan cukuplah Rabbmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa-dosa hambaNya” (Al Isra : 17)

Tidak ada komentar: