Mungkin
masih banyak diantara kita yang merasa dilema ketika hendak melakukan suatu
kebaikan lantaran hawatir terseret ke dalam lubang keriyaan. Padahal
sesungguhnya orang yang benar-benar jujur ikhlas melakukan suatu amalan karena
Allah, maka tiada kehawatiran di dalam hatinya. Sebab, Ihsan sudah tertanam
kuat di dalam hatinya, sehingga ketika ia melakukan suatu amalan maka ia merasa
seakan-akan melihat Allah berada di hadapannya, jika pun tidak, maka ia merasa
bahwa Allah benar-benar sedang memperhatikan apa yang ia perbuat.
Disamping
itu, kita juga seringkali mendapati orang-orang yang berkomentar sinis terhadap
kebaikan yang kita lakukan; “Alah! Cuma pengen dipuji aja tuh orang, berlaku
baik, tampil rapi, dan bla bla bla..”. Lalu kita pun terpengaruh dengan
ungkapan tersebut, sehingga kemudian kita berhenti melakukan kebaikan. Padahal
tidak setiap pujian yang datang pada kita itu bertanda kita riya. Maka jangan hiraukan
jika ada orang yang berkomentar sinis kepada kita seperti contoh diatas. Karena
sebenarnya itu hanyalah kedengkian orang yang tidak mampu berbuat baik seperti
kita saja.
Perhatikanlah
apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
barangkali ini bisa menjadi motivasi sekaligus inspirasi buat kita untuk
sentiasa berbuat kebaikan dalam segala hal dan tidak takut dengan riya’. Action
yes, Riya never!
Dari
sahabat Abi Dzar Radiyallahu ‘Anhu berkata: dikatakan kepada Rasulullah Sallallahu
‘Alaihi Wa Sallam,
“Wahai
Rasulallah! Bagaimanakah pendapatmu terhadap seorang yang melakukan suatu
kebaikan, kemudian banyak manusia memujinya atas perbuatan baiknya tersebut?”.
Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun bersabda,
“Itu
adalah kabar gembira yang disegerakan untuk orang mu’min.” (HR. Muslim)
Dari
hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa orang yang memang dari awalnya
sudah ikhlas melakukan kebaikan, maka kita tidak boleh menganggapnya telah
berbuat riya. Adapun pujian yang didapatnya dari banyak manusia, maka itu
adalah kabar gembira yang disegerakan untuknya. Karena Allah Subhanahu Wa
Ta’ala apabila menerima atau mencintai suatu amalan dari hambaNya, maka
Allah menjadikan manusia lain senang dengan amalan hamba tersebut, sehingga
mereka pun memujinya. Atau bahkan mereka menjadi iri dan ingin bisa berbuat
seperti apa yang diperbuat hamba tersebut. Ini merupakan buah dari keikhlasan
seorang hamba, yang mana dengan keikhlasannya ia mendapat ridho dan cinta dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lalu kemudian Allah pun menanamkan rasa
kecintaan di hati semua makhluq yang ada di muka bumi, sehingga mereka pun
mencintainya dan keberadaannya selalu dirindukan oleh banyak orang. Subhanallaah
wal hamdulillaah.
Dan
berikut amalan-amalan yang dianggap riya, padahal itu bukan riya;
1.
Seorang hamba yang bersemangat melakukan kebaikan ketika ikut berkumpul bersama
para ahli ibadah, atau ketika ikut bermajlis dengan orang-orang sholih.
Imam
Ibnu Qudamah al Maqdisi Rahimahullah berkata,
“Terkadang
ada seorang yang ikut bermalam bersama ahli tahajjud (entah di rumahnya atau di
masjid), dia ikut sholat sepanjang malam bersama ahli tahajjud tersebut,
padahal kebiasaannya adalah tidur. Kalaulah bukan karena ahli tahajjud, maka
dia tidak bersemangat untuk melakukan hal itu”.
Dari
sini, mungkin kita mengira bahwa orang tersebut telah berbuat riya dan itu
memang bisa terjadi. Akan tetapi kita harus memandangnya secara objektif.
Beliau
Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi Rahimahullah melanjutkan,
“Setiap
mu’min yang bagus keimanannya selalu senang dan bergembira melakukan ibadah
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tetapi terkadang ia terhalangi untuk
melakukan ibadah disebabkan kemalasan, kelalaian atau kesibukan yang tidak
berguna. Maka barangkali dengan ikut bergabung bersama para ahli ibadah atau
orang-orang sholih, semua sebab buruk tersebut menjadi hilang dan timbul-lah
kesemangatan baru dalam dirinya untuk melakukan ibadah dan amalan-amalan baik.
Maka dalam hal ini, dia tidak termasuk orang tercela yang berbuat riya, kecuali
jika memang dia sengaja bermaksud agar dianggap sebagai ahli ibadah atau orang
sholeh (di mata manusia), maka sungguh buruklah ia”.
Kemudian
beliau menyarankan agar kita sentiasa ikut bergabung bersama para ahli ibadah
dan orang-orang sholih sambil berusaha memperbaiki niat dengan mengikhlaskannya
hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena jika kita sendirian jauh
dari jama’ah, maka syaithan akan mudah menguasai kita sebagaimana sabda
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
“Hendaklah
kalian sentiasa berjama’ah, karena serigala hanya memburu kambing yang sendirian.”
(HR. Abu Daud, An Nasa’i dan Ahmad)
2.
Menyembunyikan/merahasiakan dosa terkadang dianggap sebagai perbuatan riya,
sedangkan menceritakan/menyebarkannya dianggap ikhlas. Maka sungguh ini sangat
keliru. Karena merupakan kewajiban bagi seorang hamba yang melakukan perbuatan
dosa adalah menyembunyikan perbuatan dosa tersebut dan merahasiakannya serta
tidak menampakkan atau menceritakannya ke banyak orang. Perlu diingat bahwa
membicarakan perbuatan dosa sama saja dengan menganggap remeh batasan-batasan
Allah, sehingga dihawatirkan orang yang mendengarnya akan terdorong untuk
melakukan perbuatan dosa yang sama sepertinya. Wal’iyadzubillah.
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala telah memperingatkan dalam firmanNya,
“Sesungguhnya
orang-orang yang senang dengan tersebarnya keburukan/aib di halayak kaum
mu’minin, maka bagi mereka adzab yang pedih.” (An Nur : 19)
Dan
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun bersabda,
“Setiap
umatku akan dimaafkan kecuali al mujahirun, yaitu seseorang yang melakukan
perbuatan dosa di waktu malam, dan ketika masuk waktu pagi Allah telah menutupi
dosanya tersebut. Tapi kemudian ia berkata kepada orang lain (seakan bangga),
“wahai fulan!, semalam aku berbuat begini dan begitu (yaitu perbuatan dosa)”.
Sungguh padahal Allah sudah menutupi perbuatan dosanya di waktu malam, namun ia
malah mengungkapkannya sendiri di waktu pagi.” (HR. Bukhori-Muslim).
Maka
barangsiapa yang menyangka bahwa merahasiakan perbuatan dosa adalah riya’,
sedangkan menceritakannya adalah ikhlas. Maka sungguh ia telah diperdaya oleh
syaithan. Wal’iyadzubillah.
3.
Membaguskan/mengindahkan pakaian dan sandal/sepatu; mungkin sebagian kita masih
ada yang sering berkomentar miring terhadap saudara-saudara kita sesama muslim
yang berpakaian bagus dan indah. Dan tidak jarang kita menganggap mereka
sebagai orang yang berlaku riya’ dan sombong. Maka perhatikanlah baik-baik
sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
“Tidak
akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau
seberat biji dzarroh (sangat kecil)”, kemudian seseorang berkata, “Ya
Rasulallah! Sesungguhnya ada seseorang yang senang memakai pakaian dan sandal
yang bagus/indah”, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah,
mencintai keindahan. (yang dimaksud dengan) kesombongan adalah menolak
kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim)
4.
Sesungguhnya agama Islam mencakup berbagai hal dalam perkara ibadah yang tidak
mungkin bisa disembunyikan/dirahasiakan. Seperti halnya ibadah haji, umroh,
sholat berjama’ah, sholat jum’at, sholat ‘id, dan lainnya yang mana kesemua itu
tidak mungkin dikerjakan secara rahasia atau tersembunyi. Maka dalam hal ini,
menampakkannya bukanlah termasuk perbuatan riya’ bahkan merupakan kewajiban
bagi kita untuk menampakkannya. Karena itu merupakan syi’ar-syi’ar Islam yang
perlu kita umumkan di halayak masyarakat, agar mereka bisa mengambil
keteladanan dan pelajaran.
Allah
Suhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Demikian
itu, barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka itu adalah termasuk
ketakwaan yang ada didalam hati.” (Al Hajj : 32)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar